Aa Gym “Dulu dan Sekarang”



KH. Abdullah Gymnastiar (dicopy dari smeaker.com)

Pada hari Sabtu (29/10/2016) berkesempatan menghadiri kajian Tauhid yang dibawakan oleh da’i kondang K.H Abdullah Gymnastiar atau lebih familiar di sapa Aa Gym di Masjid Kampus UGM. Acara ini terlaksana atas kerjasama takmir masjid dengan Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid Daerah Istimewa Yogyakara. Dari panggilannya, sejatinya kita sudah bisa menebak bahwa da’i yang dikenal karena kesantunan dan kelembutan tutur katanya ini adalah “Urang Sunda”. Begitulah kita manusia, kita tidak bisa dipisahkan dengan kultur yang melatari kehidupan kita. Orang Sunda terbiasa memanggil anak laki-laki dengan ‘aa’ dan anak perempuan dengan ‘teteh’, sebagaimana orang Jawa memanggil anak laki-laki dan perempuan dengan ‘mas’ dan ‘mbak’. Tentu, panggilan atau istilah tersebut hanya berlaku bagi komunitasnya, karena boleh jadi apabila dibawa pada konteks budaya yang berbeda maka akan menghasilkan makna dan bahkan kesan yang berbeda pula. Masjid UGM memang menjadi salah satu masjid yang pengelolaannya sangat profesional, dia tidak hanya dijadikan sebagai tempat shalat berjamaah bagi civitas akademika UGM, tetapi sudah menjadi sentral pengkajian dan pengembangan studi Islam di Kota Yogyakarta. Hari rabu lalu (26/10), takmir masjid bekerja sama dengan Majelis Sahabat Cinta mengadakan kegiatan dengan tema “Hijrah Hati” dengan menghadirkan artis cantik Dewi Sandra dan Ustadz Sholihuddin Al Hafidz.
Pertama kali mengenal Aa Gym adalah pada tahun 2006 ketika sedang menempuh studi pascasarjana di Universitas Pendidikan Indonesia. Kebetulan kampus pendidikan itu bersebelahan jalan dengan markas dakwahnya di Gerlong Girang (singkatan dari jalan Geger Kalong Girang). Dari jalan Setiabudhi menuju arah Lembang, jalan Gerlong Girang berada disamping kiri sebelum kampus UPI. Tahun 2006 adalah masa-masa kemajuan dakwah Aa Gym bersama Darut Tauhidnya dalam naungan ‘Manajemen Qalbu’. Bukan sekedar gerakan dakwah, tetapi juga geliat pertumbuhan ekonomi; bukan hanya keuntungan bagi Darut Tauhid bersama Manajemen Qalbu, tetapi juga masyarakat yang bermukim atau membangun usaha disekitaran jalan Geger Kalong Girang. Ada Guest House yang selalu dijadikan tempat bermukim bagi masyarakat yang melakukan wisata religi di Darut Tauhid, ada Toserba, toko buku, Butik, Resto, warung makan, laundry, percetakan, dan lain sebagainya. Pada tahun-tahun itu, sebagian rumah-rumah warga di “sulap” menjadi penginapan karena tingginya kebutuhan pendatang akan tempat penginapan.
Pengenalan saya pada sosok Aa Gym pertama kali muncul dari cerita warga. Pada suatu kesempatan, seorang tetangga kost bercerita bahwa “dahulu, jalan Gerlong Girang adalah sarang maksiat. Kawasan itu sering dijadikan tempat transaksi perbuatan amoral, sehingga masyarakat sangat takut memasuki kawasan itu dimalam hari. Tetapi kemudian dirubah menjadi kawasan yang sangat religius, menjadi ‘kawasan ibadah’ oleh Aa Gym. Sejak itu, Abdullah Gymnastiar menjadi idola masyarakat Bandung, menjadi ikon dakwah Kota Kembang”. Karena penasaran dengan cerita tetangga kost tersebut, saya lalu mencoba memasuki kawasan Darut Tauhid, pada momentum shalat Jumat. Tetapi karena waktu itu adalah masa-masa sibuknya beliau mengisi acara di berbagai stasiun televisi dan menghadiri undangan dari berbagai daerah, maka jadwal-jadwal dakwahnya di Masjid Darut Tauhid masih di isi oleh Crew Manajemen Qalbu. Kesempatan bertemu langsung dengan Aa Gym terjadi pada malam jumat. Setelah selesai shalat magrib di lantai dua Masjid Darut Tauhid, tidak ada jamaah yang keluar masjid, semua jamaah stay on di tempat duduknya masing-masing. Membaca gelagat tersebut, saya pun membisik teman di samping dengan pertanyaan, “ada kegiatan apa aa, kok jama’ah gak ada yang bergeser”? yang ditanya menjawab “sebentar sesudah shalat isya, Aa Gym akan pimpin pengajian”.
Ketika memasuki waktu shalat isya, Aa Gym yang memimpin shalat. Suaranya syahdu, kedengarannya merdu, lantunannya betul-betul menyentuh alam bawah sadar jamaah. Setelah shalat, beliau langsung memimpin pengajian. Uraiannya sederhana, materi yang disajikan tidak seperti kuliah tafsir yang menguraikan pemaknaan ayat-ayat secara mendetail dan mendalam. Juga bukan semacam kajian filsafat Islam yang memasuki wilayah pemikiran yang oleh masyarakat awam terkadang dianggapnya sebagai sesuatu yang tabu. Pemaparannya sederhana, bahasanya lugas dan santun, intonasinya lembut, dan betul-betul memasuki wilayah spiritual keagamaan jamaah. Wejangannya menyadarkan, jama’ah dibuat tidak sadar meneteskan air mata, air mata penyesalan atas segala kesalahan dan dosa yang telah dibuat. Bagi saya, ada tiga kata yang menumbuhkan kekaguman pada sosok Aa Gym, yaitu sederhana, lembut, dan menyentuh. Materi yang disampaikan sangat sederhana sehingga mudah dipahami, intonasi bahasa yang digunakan sangat lembut sehingga disenangi, dan cara menguraikan materi tidak menghujat, tidak memaksa, tidak menyalahkan, juga tidak menggurui, sehingga menyadarkan. Jamaah dibuatnya hanyut terbawa oleh pesan-pesan moral keagamaan yang disajikannya. Pesan yang disampaikan oleh sang Da’i adalah, beragama idealnya lahir karena kesadaran bukan karena jalan paksa, karena agama manapun juga tidak mengenal pemaksanaan. Pengetahuan agama juga sebaiknya lahir melalui penalaran dengan jalan hikmah, bukan melalui doktrin. Dari sini, nampak bahwa Aa Gym betul-betul menerapkan prinsi-prinsip dakwah yang digunakan oleh Rasulullah Muhammad SAW. “Serulah (manusia) ke jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungghunya Tuhan-mu, Dialah Yang Maha Tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah Yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS An-Nahl [16]: 125).
Setelah bertemu kembali pada momentum kajian tauhid di Masjid UGM, saya kemudian berkesimpulan bahwa Aa Gym masih seperti yang dulu. Masih tetap sederhana, lembut, dan menyentuh dalam berdakwah. Tidak menggurui, tidak menghujat, dan juga tidak menyalahkan, tetapi menyadarkan. Pendekatannya sejuk dan santun, tutur katanya lemah lembut sebagaimana perangai Orang Sunda kebanyakan. Semangatnya dalam berdakwah juga masih luar biasa. Masa-masa sulit yang menjadi ujiannya sejak tahun 2008 sampai beberapa tahun sesudahnya akibat menikah lagi, ternyata mampu dilewati dengan sabar dan tegar. Bagi masyarakat awam, masa-masa sulit yang dihadapi oleh Aa Gym mungkin akan dianggapnya sebagai imbalan atas perbuatannya karena telah menduakan ‘Teh Nini’. Tapi bagi Aa Gym sendiri, masa itu adalah ujian dari Allah yang menjadikannya semakin sabar, semakin tegar, dan semakin dekat kepada Allah. Aa Gym berkata, “ujian itu terasa amat berat, fitnahnya sangat kejam, dan karena itulah yang menjadikan saya semakin cinta kepada Allah”. Semoga jalan dakwahnya semakin menemukan momentum, semakin menuju masa kegemilangan kembali, karena sesungguhnya umat begitu mencintainya, membanggakannya, dan menanti wejangan dakwahnya. Wallahu a’lam bish-shawab

Postingan terkait:

2 Tanggapan untuk "Aa Gym “Dulu dan Sekarang”"