Ir. Hugua |
Sepuluh
tahun memimpin Wakatobi, selain mewujudkan banyak perubahan juga meninggalkan
banyak nama. Selama masa kepemimpinannya, Hugua memiliki banyak gelar yang
diberikan oleh masyarakat kepadanya. Bisa jadi gaya kepemimpinan yang
dihadirkan adalah hal yang baru atau paling tidak berbeda dengan para
pendahulunya (Syarifuddin Syafaa dan Ahmad Mahufi Madra), maupun berbeda dengan
Bupati kebanyakan. Lalu muncullah beragam nama yang disematkan padanya, mulai
dari “Bupati Ikan-ikan”, “Bupati Jalan-jalan”, “Bupati Karang-karang”, sampai
dengan “bukan Bupati Biasa”. Fenomena ini menarik, mengingat bahwa banyak
kepala daerah (Bupati/Walikota/Gubernur) yang memimpin dengan masa jabatan yang
sama (sepuluh tahun), tetapi tidak meninggalkan banyak nama sebagaimana Hugua. Saya
sendiri membaca fenomena ini sebagai wujud perhatian masyarakat atas
kepemimpinan Hugua yang direpresentasikan pada dua rasa yaitu ejekan dan
sanjungan. Sebagian masyarakat menganggap kepemimpinan Hugua lebih memberikan
perhatian pada “Ikan-Ikan” atau “Karang-karang” sehingga aspek layanan pada masyarakat
terabaikan. Pada konteks ini, gelar yang diberikan merupakan ejekan.
Sebaliknya, sebagian masyarakat memberikan gelar kepada Hugua sebagai bentuk
sanjungan, refleksi rasa senang dan bangga atas kerja yang dilakukan sehingga
menjadikan Wakatobi semakin tersohor. Kemampuannya mempromosikan potensi
pariwisata Wakatobi menjadikan masyarakat semakin menaruh hormat padanya.
Sebagian masyarakat memahami bahwa promosi pariwisata berpotensi meningkatkan
arus kunjungan wisata yang pada akhirnya memberikan multiple effect
termasuk peningkatan ekonomi masyarakat.
Jika
pemberian sejumlah gelar kita bawa pada konteks kepemimpinan, bisa jadi hal
tersebut menunjukkan keterbatasan referensi masyarakat tentang gaya
kepemimpinan (leadership style). Masyarakat Wakatobi sebelumnya belum
pernah bersinggungan dengan gaya kepemimpinan yang direpresentasikan oleh figur
berlatar belakang aktivis LSM (lembaga swadaya masyarakat). Akibatnya, gaya
kepemimpinan Hugua dianggap sebagai sesuatu yang “tidak lazim”. Mereka hanya
terbiasa dengan pola kepemimpinan yang direpresentasikan oleh Birokrat
sebagaimana gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Syarifuddin Safaa (pelaksana
Bupati pertama) dan Ahmad Mahufi Madra (pelaksana Bupati kedua).
Saya sendiri
mulai sedikit familiar dengan gaya kepemipinan Hugua, ketika memprogramkan mata
kuliah Kepemimpinan Pendidikan. Mata kuliah ini diampu oleh seorang Guru Besar
alumni UCLA (Universitas California Los Angels) Amerika. Pada
suatu pertemuan, sang Profesor menguraikan tipe-tipe kepemimpinan dengan
merujuk pada konsep John P. Kotter, dkk yang mengklasifikasi model kepemimpinan
pada dua tipe, yaitu manager dan leader. Ciri khas dari dua model
kepemimpinan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut;
Perbandingan Manager dengan Leader
|
|
MANAGERS
|
LEADERS
|
Melakukan hal yang
sesuai
|
Melakukan hal yang
benar
|
Menekankan pada
efisiensi
|
Menekankan pada
efektivitas
|
Administrator
|
Inovator
|
Memelihara
|
Mengembangkan
|
Fokus pada sistem dan
struktur
|
Fokus pada masyarakat
|
Mengandalkan kontrol
|
Mengandalkan
kepercayaan
|
Mengorganisasikan staf
|
Mensejajarkan
masyarakat dengan arahan
|
Menekankan pada
taktik, struktur dan sistem
|
Menekankan pada
filosofi, nilai-nilai inti, dan berbagi
|
Mempunyai pandangan
jangka pendek
|
Mempunyai pandangan
jangka panjang
|
Menanyakan bagaimana
dan kapan
|
Menanyakan apa dan
bagaimana
|
Menerima status quo
|
Menentang status quo
|
Fokus pada masa
sekarang
|
Fokus pada masa yang
akan datang
|
Menggunakan mata
mereka pada garis bawah
|
Menggunakan mata
mereka pada cakrawala
|
Mengembangkan secara
mendetail tahapan dan daftar jam
|
Mengembangkan visi dan
strategi
|
Menggapai prediksi dan
pesanan
|
Menggapai perubahan
|
Menghindari resiko
|
Menerima resiko
|
Memotivasi masyarakat
untuk memenuhi standar
|
Menginspirasi
masyarakat untuk berubah
|
Menggunakan pengaruh
posisi ke posisi (superior ke subordinasi)
|
Menggunakan pengaruh
orang ke orang
|
Memerlukan orang lain
untuk menuruti
|
Mengispirasi orang
lain untuk mengikuti
|
Bekerja dengan aturan
organisasi, regulasi, kebijakan, dan prosedur.
|
Bekerja diluar sistem
organisasi, regulasi, kebijakan, dan prosedur.
|
Diberikan posisi
|
Mengambil inisiatif
untuk memimpin
|
Sources: Writings of
Warren Bennis, Burt Nanus, Robert Townsend, John P. Kotter, Manfred F.R. Kets
de Vries, Warren Blank, Jon R. Katzenbach, and others.
|
Merujuk pada
klasifikasi tersebut, saya lalu menghubungkannya dengan berbagai langkah dan
terobosan yang dilakukan oleh Hugua selama masa kepemimpinannya di Wakatobi.
Kesimpulan saya adalah Hugua is the Leader, but not a Manager. Gaya
kepemimpinan Hugua adalah leader bukan manager. Paling tidak,
sejumlah indikator yang menjadi ciri khas kepemimpinan tipe Leader
sangat paralel dengan apa yang telah dilakukan oleh Hugua selama masa
kepemimpinannya. Pertama, melakukan hal benar bukan hal yang sesuai.
Jika patokannya adalah sesuai atau tidak, maka pembangunan bandar udara
sebenarnya belum sesuai dengan Wakatobi pada saat itu. Hal yang sesuai pada
saat itu adalah membangun, merenovasi, atau mengembangkan pelabuhan, karena
satu-satunya sarana transportasi yang menghubungkan Wakatobi dengan daerah lain
adalah melalui jalur perhubungan laut. Tetapi Hugua justru membangun bandar
udara yang menurutnya adalah hal yang benar, meskipun sebagian kalangan
menganggapnya sebagai hal yang salah. Bagi Hugua, kendala utama Wakatobi adalah
problem keterisolasian, maka langkah yang harus dilakukan adalah membuka
keterisolasian melalui jalur perhubungan udara. Disinilah letak urgensinya pembangunan
Bandar udara. Dengan terobosan ini, Hugua sekaligus menegaskan dirinya sebagai
sosok yang visioner, serta fokus pada pelayanan masyarakat. Kedua, menekankan
pada efektivitas bukan efisiensi. Jika patokannya adalah efisiensi, maka sudah
tentu program promosi pariwisata dengan melibatkan artis dan Televisi nasional
akan diberhentikan. Kegiatan promosi pariwisata tentu menghabiskan anggaran
yang tidak sedikit, dan sudah pasti menguras APBD (anggaran pendapatan dan
belanja daerah). Namun acuan yang dipegang oleh pemerintah adalah efektivitas,
sehingga banyaknya anggaran yang terkuras untuk program promosi pariwisata
tidak menjadi soal. Hugua memahami bahwa salah satu potensi utama Wakatobi
adalah pariwisata khususnya pariwisata bawah laut. Mempromosikan potensi
tersebut secara massif, terukur dan terencana akan berefek pada bertambahnya
arus kunjungan wisata ke Wakatobi yang dengan sendirinya akan berakibat pada
peningkatan PAD (pendapatan asli daerah). Dengan langkah ini selain menegaskan
tentang kepemimpinan Hugua yang berani mengambil resiko, juga menegaskan bahwa
beliau adalah tipe pemimpin yang mempunyai pandangan jangka panjang, fokus pada
masa yang akan datang (focus on the future), serta based on vision
and strategy.
Ketiga, menggapai perubahan dan
menginspirasi masyarakat untuk berubah. Apa yang diimpikan Hugua adalah
Wakatobi yang berkemajuan. Dengan visi “terwujudnya surga nyata bawah laut
dipusat segitiga karang dunia” Wakatobi terus dipoles. Dengan tangan dinginnya
Wakatobi terus menunjukkan kemajuan. Semula tidak dikenal, lalu menjadi terkenal.
Pada awalnya, membayangkan Wakatobi berarti membayangkan gelombang tinggi, arus
kuat, dan matahari yang terik melampaui batas normal, serta masyarakatnya yang
berwatak ‘keras’. Jadilah orang tidak pernah berpikir bahkan menghindar untuk
ke Wakatobi. Namun lambat laun mindset ini mengalami perubahan, Wakatobi
kemudian menjadi idola baru, semua orang kemudian berhasrat untuk ke Wakatobi.
Para artis, tokoh nasional, pejabat negara, wisatawan manca negara dan
wisatawan lokal beramai-ramai ke Wakatobi. Laut yang semula dianggap angker,
ganas, penuh dengan makhluk laut yang buas, berubah menjadi tempat wisata
dengan sejuta pesona yang terkandung didalamnya. Situasi ini lambat laun
merubah cara pandang masyarakat yang pada akhirnya geliat ekonomi masyarakat
tumbuh dan berkembang. Keempat menekankan pada filosofi, nilai-nilai
inti (core values), dan berbagi. Pada setiap sambutannya Hugua
senantiasa menenkankan pada tiga hal, yaitu pentingnya meluruskan niat karena
lurusnya niat akan mempengaruhi aktivitas atau tindakan selanjutnya. Dalam
uraiannya tentang niat selalu mengutip hadits Nabi Muhammad SAW yang redaksinya
“Innamal a’malu binniyaat” (sesungguhnya amal itu tergantung niatnya).
Kemudian menekankan pentingnya usaha atau ikhtiar karena baginya perubahan
wajah Wakatobi sangat bergantung pada usaha pemerintah bersama masyarakat.
Beliau lalu mengutip ayat Al-Qur’an yang berbunyi “Innallaha laa Yughayyiruma
biqawmin hatta Yughayyiruma bianfusihim” (Sesungguhnya Allah tidak akan
merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya), serta
menguraikan tentang pentingnya berterima kasih kepada Tuhan, kepada sesama,
maupun kepada alam semesta. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kepemimpinannya,
Hugua sangat menekankan pentingnya nilai-nilai, dan muatan-muatan filosofis
dipahami oleh seluruh warga sehingga harus selalu dibagi (share). Sebagai
bukti keseriusannya dalam berbagi tentang filosofis dan nilai-nilai utama,
beliau berkesempatan menulisnya dalam buku, tiga diantaranya adalah, “Kaya dan
Miskin adalah pilihan”, “Surgaisme; Landasan Tata Dunia Baru”, dan “Bukan
Bupati Biasa”.
Kelima, bekerja diluar sistem
organisasi, regulasi, kebijakan, dan prosedur. Mungkin inilah yang menjadi
dasar mengapa gelar “Bupati jalan-jalan” disematkan kepadanya. Bekerja diluar
sistem organisasi, sedikit mengabaikan prosedur tetapi bukan berarti melanggar
aturan. Diakui bahwa aturan birokrasi terkadang mengekang, bersifat kaku,
sehingga tidak memberikan ruang kebebasan berekspresi. Prosedur dan aturan
birokrasi seringkali menghadirkan alur pelayanan yang sangat panjang dan penuh
liku. Pada gilirannya pelayanan berjalan tidak efektif. Hugua menyadari bahwa
jika sistem kerjanya terpola oleh prosedur serta segala aturan tata keprotokelaran,
maka ruang aktivitasnya akan terpola dan terkekang. Maka langkah yang dilakukan
adalah bekerja diluar sistem organisasi sehingga lebih fleksibel, dan
memudahkannya membangun kemitraan dengan berbagai institusi (dalam negeri
maupun luar negeri) untuk memajukan daerah. “Jalan-jalannya” Hugua, bukan dalam
rangka melaksanakan rutinitas birokrasi, tetapi dalam rangka mempromosikan
Wakatobi, mencari founding, serta melakukan terobosan guna mewujudkan
perubahan. Wallahu a’lam bish-shawab
Belum ada tanggapan untuk "Hugua is The Leader"
Posting Komentar