Hikmah Jum'at
Ilustrasi |
Di dalam Al-Qur’an, dikisahkan tentang seorang raja yang sangat zalim
bernama Namrud. Dia berkuasa bersamaan dengan masa kenabian Ibrahim AS. Diceritakan
oleh Allah dalam Al-Qur’an; “apakah kamu
tidak memperhatikan orang-orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah)
karena Allah telah memberikan kepada orang-orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika
Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu
berkata: “saya dapat menghidupkan dan mematikan. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya
Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat,” lalu
heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 258).
Para ahli tafsir mengatakan bahwa raja yang dimaksudkan pada ayat diatas
adalah raja Babilonia. Namanya Namrud bin Kan’an bin Kusy bin Sam bin Nuh. Ia adalah
salah satu dari empat raja yang memiliki kekuasaan besar di dunia. Dua diantaranya
adalah mukmin yaitu Dzulqarnain dan Sulaiman, sedangkan dua raja yang kafir
adalah Namrud dan Nebukadnezar (Fakhruddin Nursyam; 2016, 104). Raja Namrud
berkuasa selama lebih kurang 400 tahun. Ia adalah seorang raja yang kejam,
zalim, bertindak melampaui batas, sangat mencintai kehidupan dunia, dan tidak
percaya dengan kehidupan akhirat. Bahkan, ia mengaku sebagai Tuhan yang dapat
menghidupkan dan mematikan siapapun yang dikehendakinya.
Salah satu tugas Nabi Ibrahim adalah menyadarkannya dan mengajaknya ke
jalan yang benar. Hingga suatu ketika Ibrahim mengajaknya untuk kembali ke
jalan Allah, Namrud berkata, “aku adalah Tuhan bagi bangsa Babilonia, maka
siapakah Tuhan yang kamu serukan kepadaku agar aku mengimaninya? Lalu Ibrahim
menjawab, “Tuhanku, ialah yang menghidupkan dan mematikan. “Namrud kerkata, “aku
juga dapat menghidupkan dan mematikan. Lalu ia menghadirkan tawanan yang di
vonis hukuman mati, salah satu ia perintahkan untuk di bunuhnya, sedang satunya
lagi diampuni. Seolah-olah dengan sikapnya itu, ia telah membuktikan diri
sebagai sosok yang dapat menghidupkan dan mematikan. Namrud juga menyangka
bahwa dengan membunuh dan mengampuni mampu mengangkat posisinya sebagai Tuhan
bagi masyarakat Babilonia. Dia lupa, bahwa justru dengan kelakuannya, semakin
meneguhkan dirinya sebagai penguasa yang angkuh dan zalim. Melihat argumentasi yang
dikemukakan oleh Raja Namrud, Ibrahim lalu menanggapinya dengan permainan. Nabi
Ibrahim kemudian melontarkan argumentasi lain dengan mengatakan bahwa, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari di
timur, maka terbitkanlah dia dari barat.” Mendengar tantangan itu, Namrud
hanya duduk terdiam. Ia tidak mampu mengatakan perkataan apapun dan pula tidak
mampu melakukan tindakan apapun.
Dikisahkan bahwa setelah kejadian itu, Allah lalu mengutus kepada Namrud
malaikat yang menjelma menjadi manusia. Ia memerintahkan kepada Namrud untuk
beriman kepada Allah, namun ia menolaknya. Ajakan tersebut sampai diulanginya
sebanyak tiga kali, namun karena keangkuhannya Namrud tetap menolak. Akhirnya,
malaikat itu berkata, “kumpulkanlah pasukanmu dan aku akan mengumpulkan
pasukanku.” Esok harinya, Raja Namrud mengumpulkan pasukan dan seluruh
pembesarnya. Allah pun mengirimkan pasukannya, yaitu sekawanan nyamuk yang
sangat banyak. Karena banyaknya nyamuk-nyamuk itu, sampai menutup pandangan
mereka pada matahari. Nyamuk-nyamuk itu lalu menyerang mereka, memakan daging
dan menghisap darah mereka hingga yang tersisa hanya tulang belulang. Seekor
nyamuk lalu masuk ke dalam hidung Raja Namrud, dan tinggal di dalamnya selama
empat ratus tahun. Dengan seekor nyamuk ini, Allah ingin memberikan siksaan
yang menghinakannya. Ketika nyamuk ini menggigit, Namrud selalu memukuli kepalanya
dengan tongkat besi miliknya karena tidak kuat menahan rasa sakitnya. Hal ini
terus menerus terjadi selama hampir 400 tahun, hingga Allah mencabut nyawanya.
Dari kisah ini, kita dapat mengambil hikmah bahwa sebesar apapun kekuasaan
dan pengaruh yang kita miliki hendaknya jangan menjadikan kita angkuh, sombong,
dan zalim. Kekuasaan yang kita miliki sebaiknya digunakan untuk membangun
kesejahteraan bersama, membangun kemaslahatan umat dan bangsa, bukan membangun dinasti
pribadi dan golongan. Kekuasaan setinggi apapun pasti ada Yang Maha Tinggi, dan
pasti akan ada akhirnya entah diakhiri oleh aturan atau karena takdir Tuhan. Kekuasaan
hendaknya tetap dijalankan pada jalan yang benar, pada konteks amanah dengan
senantiasa memperhatikan prinsip kejujuran, keadilan, dan transparansi. Jangan lengah
dengan kekuasaan, ingatlah senantiasa kepada Allah. Karena jika Allah ingin
mengakhirinya, cukup baginya mengirimkan burung-burung sebagaimana yang
dilakukan pada tantara Abraham, mengutus nyamuk sebagaimana dilakukan pada
Namrud bersama tentaranya, ditenggelamkan dalam laut sebagaimana yang dilakukan
pada Fir’aun bersama pengikutnya, atau mengirimkan banjir besar sebagaimana dikirimkan
pada umatnya Nabi Nuh AS. Semoga kita senantiasa diberikan petunjuk dan hidayah
oleh Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawab.
Depog Sleman DIY, 10 Maret 2017
pilih situs resmi terpercaya MEGAPOKER88 yang akan memberikan bonus kemenangan ratusan juta setiap hari
BalasHapus