Hikmah
Jum’at
Ilustrasi |
Berawal ketika Yusuf as bermimpi, dalam mimpinya ia melihat sebelas
bintang, matahari dan bulan bersujud kepadanya. Ketika mimpi itu diceritakan
kepada ayahnya (Nabi Ya’qub), kekhawatiran terus membayanginya. Nabi Ya’qub
kemudian melarang anaknya menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya.
Hal ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 4-6. Nabi Ya’qub
menafsirkan mimpi yang dialami anaknya dengan menyatakan bahwa kelak Yusuf akan
menjadi orang besar dan sebelas saudaranya akan bersujud kepadanya. Ia juga
memberitahukan bahwa kelak Allah akan memilihnya menjadi nabi, menganugerahkan
kepadanya kemampuan menafsirkan mimpi, dan menyempurnakan kenikmatan yang telah
dianugerahkan kepadanya.
Sejak kecil Yusuf telah mendapatkan gemblengan yang luar biasa agar kelak
ketika dewasa dapat menjadi orang yang berjiwa besar dan tahan dengan berbagai
ujian. Ia tumbuh ditengah kecemburuan saudara-saudaranya yang merasa Yusuf lebih
dicintai oleh ayahnya. Karena kecemburuan itulah, lalu saudara-saudaranya
menyusun rencana guna membunuh Yusuf as. Mereka menyusun rencana jahat dan
membujuk ayahnya agar mengizinkan Yusuf bermain dengan mereka di tengah hutan
belantara. Karena saudara-saudaranya memberikan jaminan keselamatan kepada
Yusuf dihadapan ayahnya, sang ayah lalu mengizinkan. Ternyata, Yusuf lalu
dimasukkan ke dalam sumur dan berbohong kepada ayah mereka bahwa Yusuf telah
dimangsa oleh srigala. Untuk meyakinkan ayahnya, mereka membawa baju Yusuf yang
telah dilumuri darah.
Namun, akhirnya Yusuf dikeluarkan dari sumur tua itu oleh kafilah dagang
yang melintasi daerah itu. Mereka singgah mengambil air untuk perbekalannya.
Ketika mereka mengulurkan timba untuk mengambil air minum, namun mereka justru
mendapatkan seorang anak kecil yang sangat tampan. Anak kecil itu lalu
dibawanya, kemudian dijual dengan harga murah pada seorang pejabat mesir yang
belum mendapatkan keturunan. Dalam keluarga barunya, Yusuf as mendapatkan
perlakuan yang sangat baik. Dari sini pula, Yusuf mendapatkan kesempatan emas
untuk belajar tentang kepemimpinan, mengurai permasalahan, merumuskan solusi, dan
mengambil keputusan yang tepat. Keberadaan Yusuf dirumah pejabat tinggi Mesir itu
menjadi anugerah yang sangat penting bagi kepemimpinan dan karir politiknya.
Namun, kedekatannya dengan penguasa Mesir membuat orang menaruh iri hati
padanya. Yusuf lalu di fitnah yang menjadikannya harus mendekam di dalam
penjara dalam waktu yang lama. Tetapi, kemampuannya menafsirkan mimpi menjadikannya
terbebaskan dari penjara.
Dikisahkan bahwa pada suatu malam, Raja Mesir bermimpi. Dalam mimpinya,
ia melihat tujuh ekor sapi yang kurus memakan tujuh ekor sapi yang gemuk. Ia
juga melihat tujuh tangkai yang hijau dan tujuh tangkai yang kering. Esok
harinya, sanga raja meminta para pembesar Mesir untuk menafsirkan mimpinya,
namun tidak seorang pun yang bisa menafsirkannya. Seorang pelayan istana yang
menjadi sahabat Yusuf mendengarkan hal tersebut lalu menyampaikan kepada Raja
perihal temannya yang pandai menafsirkan mimpi. Teman yang dimaksud adalah
Yusuf yang sedang dalam penjara. Raja lalu memerintahkannya untuk datang ke
penjara bertemu temannya dan menyampaikan mimpi sang raja. Setelah bertemu
Yusuf, pengawal istana lalu kembali menghadap raja dan menyampaikan tafsir
mimpi dari Yusuf. Raja Mesir kemudian merasa bahwa tafsir mimpi itu benar.
Akhirnya, Yusuf dibebaskan dari penjara serta diberikan kedudukan yang tinggi
dalam istana yaitu menjadi bendaharawan negara.
Dari cerita ini ada beberapa hikmah yang dapat kita petik. Pertama, sabar terhadap ujian adalah
jalan menuju kesuksesan. Allah telah menguji Yusuf dengan berbagai ujian yang
sangat besar, namun beliau menghadapinya dengan penuh kesabaran dan berserah
diri kepada Allah. Dibuang ke dalam sumur oleh saudaranya sendiri, menjadi
korban fitnah, dan di penjara adalah beberapa ujian yang diterimanya. Kesabaran
dan penyerahan diri beliau kepada Allah menjadi sarana yang mengantarkan beliau
pada puncak kesuksesan. Kedua,
mengajukan diri sebagai pemegang jabatan kepemimpinan. Islam melarang meminta
jabatan untuk diri sendiri. Sebab hal itu akan mengundang keburukan baik bagi
dirinya maupun bagi masyarakat yang dipimpinnya. Tetapi jika tidak ada yang
layak dan berhak, maka seseorang yang layak dan berhak diperbolehkan mengajukan
diri untuk memangku jabatan tersebut. Hal ini dilakukan oleh Nabi Yusuf karena
berada di tengah-tengah masyarakat kafir dan pertimbangan demi menyelamatkan
uang negara. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah berkata kepada Abdur
Rahman bin Samurah. Dikatakan bahwa “wahai
Abdur Rahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan kepemimpinan. Jika
kamu diberi jabatan kepemimpinan karena memintanya, maka kamu akan
diperbudaknya. Jika kamu diberi jabatan kepemimpinan tanpa memintanya, maka
kamu akan ditolong untuk dapat menunaikannya” (HR. Bukhari dan Muslim). Ketiga, bersikap profesional dalam
urusan kepemimpinan. Nabi Yusuf memiliki ketampanan yang luar biasa tetapi itu
tidak dijadikannya sebagai modal untuk memimpin. Ketaqwaan, kecerdasan, kejujuran,
komitmen, dan kebijaksanaanlah yang dijadikannya sebagai modal memimpin. Bekal
inilah yang menjadikannya sukses dalam setiap memegang amanah.
Saat ini, banyak orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin hanya bermodalkan
popularitas, uang, dan ketampanan saja. Akibatnya, ketika amanah itu
diperolehnya tidak mampu dijalankan dengan baik, bahkan tidak sedikit yang
menyalahgunakan wewenangnya. Semoga kita dapat menjadi orang-orang yang sukses
karena ketabahan, ketaqwaan, kecerdasan, dan kejujuran yang kita miliki
sebagaimana yang dicontohkan Nabi Yusuf as. Dan semoga kita dapat melewati
segala cobaan yang dihadapi dengan kesabaran dan bertawakal kepada Allah. Wallahu a’lam bish-shawab.
Kompleks Samirono, Depok Sleman DIY, 17 Maret 2017
Belum ada tanggapan untuk "Hikmah dari Kisah Kesuksesan Nabi Yusuf"
Posting Komentar