Pulau Sumanga |
Dahulu hingga sampai dengan tahun 2000-an, Sumanga adalah pulau yang
sangat indah dan eksotis. Hamparan pasir putih yang sangat tebal disetiap
pesisir pantainya serta banyaknya pohon cemara yang tubuh subur di pulau ini,
menjadikannya sebagai tempat rekreasi sekaligus tempat bermain pasir yang
sangat menyenangkan. Bila malam pada musim terang bulan, kepiting pasir
“menari-nari” diatas gundukan pasir yang sangat banyak itu. Masyarakat Liya
terbiasa mengejar dan menangkap kepiting-kepiting itu karena rasanya yang
sangat gurih. Kami (orang Liya) menyebutnya dengan dhara-dhara, setiap kali dikejar pasti kepiting itu akan segera
bersembunyi di lubangnya, tapi kemudian akan tertangkap karena lubang
persembunyiannya hanyalah pasir yang dengan gampang digali. Pada waktu terang
bulan, kami juga terbiasa tidur diatas pasir. Selain karena pasirnya sangat
bersih, juga karena air laut tidak pernah pasang hingga sampai menutupi pasir.
Disamping pasir putihnya, pulau Sumanga juga terkenal dengan suburnya
pohon cemara. Dari kejauhan, yang nampak dari pulau Sumanga hanya dua jenis
pohon, yaitu cemara dan nyiur. Lantaran banyaknya pohon cemara, apabila daunnya
tertiup angin akan menghasilkan suara yang mirip dengan bunyi hujan. Bagi orang
yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di pulau ini, dia akan selalu kaget
mendengar bunyi hujan, padahal itu adalah bunyi daun cemara yang sedang diterpa
angin.
Tapi, situasi sekarang sudah berbeda, sangat memprihatinkan. Pasir putih
yang sangat bersih dan tebal yang menghiasi bibir pantainya, kini sudah habis.
Demikian pula dengan pohon cemara yang tumbuh subur yang menjadikan pantai
Sumanga sangat teduh kini tinggal satu dua pohon, semua pada tumbang karena
abrasi. Kemana pasir di pulau Sumanga yang dahulu sangat banyak? Ternyata pasir
itu habis karena eksploitasi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Nampaknya,
geliat pembangunan di daerah yang terus meningkat sejak tahun 2003 menjadikan
harga pasir semakin mahal dan semakin laris dipasaran. Situasi ini kemudian
dimanfaatkan oleh oknum-oknum “pencuri” untuk mencuri pasir pantai Sumanga
secara berlebihan. Bahkan menurut informasi dari teman yang tidak ingin
disebutkan namanya, pasir itu dicuri pada malam hari dalam jumlah yang sangat
banyak. Ironisnya, meskipun hal tersebut sudah diketahui oleh masyarakat atau
aparat desa, tetapi tidak pernah diberikan teguran, sanksi, atau dilaporkan
kepada pihak berwajib. Akibatnya, kini pasir Sumanga terkikis habis, sementara
para pelaku eksploitasi masih melenggang bebas dan mungkin akan tersenyum puas
sambil menghitung-hitung jumlah uang hasil penjualan pasir curiannya.
Pantai mengalami abrasi |
Apakah para eksploisator pasir ini sudah berhenti seiring dengan habisnya
pasir di pulau Sumanga? Saya yakin mereka belum berhenti, dan pasti garapan
selanjutnya adalah pasir di pulau Komponaone. Mengapa? Karena semua
tempat-tempat pasir di wilayah Liya sudah disikat habis semuanya, termasuk
wilayah Loponi, Rese, Dongkala, Kema, dan sebagainya. Lalu siapa yang dapat
kita harapkan untuk dapat berperan aktif menjaga serta menyelamatkan pasir
pantai yang saat ini masih tersisa? Mengharapkan aparat penegak hukum dan
pemerintah daerah, rasanya masyarakat sudah mulai pesimis. Masa sepuluh tahun
lebih (jika dihitung sejak tahun 2003) bukanlah waktu yang singkat jika ada
kemauan untuk melestarikannya. Faktanya bahwa pasir pulau Sumanga dan beberapa
tempat lainnya kini sudah terkikis habis. Satu-satunya institusi yang kita
harapkan untuk secara tegas menghentikan kegiatan penambangan pasir pantai
secara ilegal adalah Pemerintah Desa setempat (Desa Liya Togo). Selain karena
beberapa tempat eksploitasi pasir yang telah disebutkan sebelumnya berada dalam
wilayah administrasi Desa Liya Togo, Desa ini juga adalah salah satu Desa
penerima DD (dana desa) dan ADD (alokasi dana desa) terbanyak se-Kabupaten
Wakatobi. Melalui dana desa maupun alokasi dana desa, pemerintah desa dapat
membuat regulasi, program maupun kegiatan yang mengarah pada pelestarian
lingkungan secara umum, dan pemberhentian penambangan pasir pantai secara
khusus. Atau dapat saja pemerintah desa mengangkat aparatur desa penjaga pantai
dan laut yang diberikan insentif melalui dana desa atau alokasi dana desa,
serta pemberian bantuan pemberdayaan kepada para penambang pasir agar
mengalihkan kegiatannya pada hal-hal yang lebih produktif dan ramah lingkungan. Kita dapat mencontoh apa yang telah dilakukan oleh masyarakat dan aparatur
desa Liya Mawi dalam menjaga lingkungan lautnya.
Tentu, terwujud atau tidak harapan tersebut sangat tergantung pada
kemauan pemerintah desa setempat. Yang pasti bahwa masyarakat dan sejarah akan
mencatat bahwa siapa yang sedang memegang amanah dan siapa pula yang membiarkan
atau tidak membiarkan pasir pantai pada wilayah pemerintahannya terkuras habis
oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Akhirnya kita hanya bisa
berharap, semoga penambangan pasir pantai secara ilegal secepatnya
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
BalasHapusTelah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) [ar-Rûm/30:41]
Playing these roulette video games in the right place and on the right time, and the place is already sorted for you with Betiton™. With live roulette, is not a|there isn't any} influence 바카라사이트 made by software program or programming, so a player will be looking at at} what methods can influence probability and how probability can influence methods. Ultimately, the only technique that can benefit players when half in} live or virtual roulette is self-management. Knowing when to guess good, selecting the beneficial variants, and understanding that chasing losses is never a good thing. In the UK roulette is an especially well-liked on line casino recreation and one that every person should attempt at least of|no much less than} quickly as}.
BalasHapus