Ilustrasi Pramuka |
Pramuka
kini menjadi program wajib di sekolah. Kenyataan ini tidak hanya berdasar pada
struktur Kurikulum 2013 yang menjadi acuan satuan pendidikan, tetapi juga
diatur dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63 tahun 2016 tentang Pendidikan
Kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan
menengah. Tentang hal ini, Ketua
Pramuka Kwartir Nasional, Adhyaksa Dault pernah meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar pramuka dijadikan sebagai program wajib
pada satuan pendidikan dasar dan menengah. Ditegaskan bahwa “jangan hanya seragam pramuka yang diwajibkan di
sekolah, tetapi siswa tidak paham apa itu Pramuka”. Dari pernyataan tersebut,
ada pesan yang disampaikan bahwa berpramuka tidak cukup dengan menggunakan uniform
belaka, tetapi ada nilai-nilai substansi (core values) yang perlu
dipahami dan dihayati lalu di praktekan oleh peserta didik di sekolah maupun
dalam masyarakat.
Sejarah Kepramukaan
Pramuka
merupakan singkatan dari Praja Muda Karana yang berarti kaum muda yang suka
berkarya.
Di Indonesia
sendiri penggunaan istilah Pramuka baru resmi
digunakan pada tahun 1961. Akan tetapi gerakan pramuka sejatinya telah ada
sejak jaman penjajahan Belanda dengan nama kepanduan.Tahun 1908, Mayor Jenderal
Robert Baden Powell melancarkan suatu gagasan tentang pendidikan luar sekolah
untuk anak-anak Inggris, dengan tujuan agar menjadi manusia Inggris, warga
Inggris dan anggota masyarakat Inggris yang baik sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan kerajaaan Inggris Raya ketika itu. Beliau menulis “Scouting for
Boys” sebuah buku yang berisi pengalaman di alam terbuka bersama pramuka
dan latihan-latihan yang diperlukan Pramuka. Gagasan Boden Powell dinilai cemerlang dan sangat menarik
sehingga banyak negara-negara lain mendirikan kepanduan. Diantaranya di negeri
Belanda dengan nama Padvinder atau Padvinderij. Gagasan
kepanduan dibawa oleh orang Belanda ke Indonesia yang pada masa itu merupakan
daerah jajahan Hindia Belanda (Nederlands Oost Indie), dengan mendirikan
Nederland Indischie Padvinders Vereeniging (NIPV) atau Persatuan
Pandu-pandu Hindia-Belanda.
Gagasan
organisasi Boden Powell tersebut dalam waktu singkat menyebar ke berbagai
negara termasuk Belanda. Di Belanda gerakan
pramuka dinamai Padvinder. Pada masa itu Belanda yang menguasai Indonesia membawa
gagasan itu ke Indonesia. Akhirnya mereka mendirikan organisasi tersebut di
Indonesia dengan nama NIPV (Nederland Indische Padvinders Vereeniging =
Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda). Selanjutnya dalam perkembangan, pemimpin-pemimpin gerakan
nasional Indonesia mendirikan organisasi kepanduan dengan tujuan membentuk
manusia Indonesia yang baik dan siap menjadi kader pergerakan nasional. Dalam waktu
singkat muncul berbagai organisasi kepanduan antara lain JPO (Javaanse
Padvinders Organizatie), JJP (Jong Java Padvindery), NATIPIJ (Nationale
Islamitsche Padvindery), SIAP (Sarekat Islam Afdeling Padvindery),
HW (Hisbul Wathon). Kemudian pemerintah Hindia Belanda memberikan larangan
penggunaan istilah Padvindery. Maka K.H. Agus Salim mengganti nama
Padvindery menjadi Pandu atau Kepanduan dan menjadi cikal bakal dalam sejarah
pramuka di Indonesia.
Setelah sumpah
pemuda kesadaran nasional juga semakin meningkat, maka pada tahun 1930 berbagai
organisasi kepanduan seperti IPO, PK (Pandu Kesultanan), PPS (Pandu Pemuda
Sumatra) bergabung melebur menjadi KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Pada tahun
1931 dibentuk PAPI (Persatuan Antar Pandu Indonesia) kemudian pada tahun 1938
berubah menjadi BPPKI (Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia). Pada masa
pendudukan Jepang di Indonesia organisasi Kepanduan dilarang, maka banyak dari
tokoh Pandu yang beralih dan memilih masuk Keibondan, Seinendan, dan
PETA. Setelah
proklamasi kemerdekaan kembali dibentuk orgasisasi kepanduan yaitu Pandu Rakyat
Indonesia pada tanggal 28 Desember 1945 dan menjadi satu-satunya organisasi
kepanduan.
Pada tahun 1961
organisasi kepanduan di Indonesia terpecah menjadi 100 organisasi kepanduan dan
terhimpun dalam 3 federasi organisasi yaitu IPINDO (Ikatan Pandu Indonesia)
berdiri 13 September 1951, POPPINDO (Persatuan Pandu Puteri Indonesia) tahun
1954 dan PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia). Sadar akan kelemahan
terpecah-pecah akhirnya ketiga federasi yang menghimpun bergabung menjadi satu
dengan nama PERKINDO (Persatuan Kepanduan Indonesia).
Sejarah pramuka di Indonesia dianggap lahir pada tahun
1961. Hal tersebut didasarkan pada Keppres RI No. 112 tahun 1961 tanggal 5
April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka
dengan susunan keanggotaan seperti yang disebutkan Presiden pada 9 Maret 1961. Peringatan hari
Pramuka diperingati pada setiap tanggal 14 Agustus dikarenakan pada tanggal 14
Agustus 1961 adalah hari dimana Gerakan Pramuka di perkenalkan di seluruh
Indonesia, sehingga ditetapkan sebagai hari Pramuka yang diikuti dengan pawai
besar. Pendirian gerakan ini pada tanggal 14 Agustus1961 sedikit-banyak
diilhami oleh Komsomoldi Uni Soviet. Sebelumnya presiden juga telah
melantik Mapinas, Kwarnas, dan Kwarnari.
Pengertian dan Dasar Gerakan Pramuka
Kepramukaan
pada hakekatnya adalah suatu proses pendidikan yang menyenangkan bagi anak
muda, dibawah tanggungjawab anggota dewasa, yang dilaksanakan di luar
lingkungan pendidikan sekolah dan keluarga, dengan tujuan, prinsip dasar dan
metode pendidikan tertentu. Gerakan Pramuka adalah suatu gerakan pendidikan untuk
kaum muda, yang bersifat sukarela, nonpolitik, terbuka untuk semua, tanpa
membedakan asal-usul, ras, suku dan agama, yang menyelenggarakan kepramukaan
melalui suatu sistem nilai yang didasarkan pada Satya dan Darma Pramuka. Dasar
Penyelenggaraan Gerakan Pramuka sebagai Landasan Hukum diatur berdasarkan: 1)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka; 2) Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 238 tahun 1961 Tentang Gerakan Pramuka; 3) Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 118 tahun 1961 Tentang Penganugerahan Pandji kepada
Gerakan Pendidikan Kepanduan Pradja Muda Karana; 4) Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 24 tahun 2009 Tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, 5) Keputusan
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 203 tahun 2009 Tentang Anggaran Rumah
Tangga Gerakan Pramuka.
Landasan Hukum Gerakan Pramuka merupakan landasan Gerak
setiap aktifitas dalam menjalankan tatalaksana organisasi dan manajemen di
Gerakan Pramuka yang harus dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Gerakan Pramuka.
1)
Faktor – faktor penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan
Pramuka (Kepres RI No. 24 Tahun 2009 dan SK Kwarnas 203 Tahun 2009) ialah : a)
Jiwa ksatria yang patriotik dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia yang adil dan makmur material maupun spiritual, dan beradab; b)
Kesadaran bertanggungjawab atas kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; c) Upaya pendidikan bagi kaum muda melalui
kepramukaan dengan sasaran meningkatkan sumber daya kaum muda dalam mewujudkan
masyarakat madani dan melestarikan keutuhan : Negara Kesatuan Republik Indonesia, Ideologi Pancasila, Kehidupan
rakyat yang rukun dan damai, Lingkungan hidup di bumi nusantara. 2)
Fungsi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka, sebagai : a)
Landasan hukum dalam pengambilan kebijakan Gerakan Pramuka; dan b)
Pedoman dan petunjuk pelaksanaan kegiatan kepramukaan.
Tujuan dan Fungsi Kegiatan Pramuka
Gerakan Pramuka
bertujuan untuk membentuk setiap pramuka: 1) memiliki kepribadian yang beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur bangsa, berkecakapan hidup, sehat jasmani, dan rohani; 2)
menjadi warga negara yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik dan
berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-sama
bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dan negara, memiliki kepedulian
terhadap sesama hidup dan alam lingkungan. Mengacu
Permendikbud RI Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013,
lampiran III dijelaskan bahwa tujuan kegiatan ekstrakurikuler Pramuka pada
satuan pendidikan adalah untuk: 1) Meningkatkan kemampuan kognitif, afektif,
dan psikomotor peserta didik,
dan 2) Mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam upaya
pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya.
Dengan landasan uraian tujuan di atas, maka kepramukaan
mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Kegiatan menarik bagi anak atau pemuda.
Kegiatan menarik di sini dimaksudkan kegiatan yang menyenangkan dan mengandung
pendidikan.
Karena itu
permainan harus mempunyai tujuan dan aturan permainan, jadi bukan kegiatan yang
hanya bersifat hiburan saja. 2) Pengabdian bagi orang dewasa. Bagi
orang dewasa kepramukaan bukan lagi permainan, tetapi suatu tugas yang
memerlukan keikhlasan, kerelaan, dan pengabdian.Orang dewasa mempunyai
kewajiban untuk secara sukarela membaktikan dirinya demi suksesnya pencapaian
tujuan organisasi. 3) Alat bagi masyarakat dan organisasi.
Kepramukaan merupakan alat bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
setempat dan juga alat bagi organisasi untuk mencapai tujuan organisasinya.
Jadi kegiatan kepramukaan yang diberikan sebagai latihan berkala dalam satuan
pramuka itu sekedar alat saja, dan bukan tujuan pendidikannya. Mengacu
Permendikbud RI Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013,
lampiran III dijelaskan bahwa fungsi kegiatan ekstrakurikuler Pramuka adalah
Kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan memiliki fungsi pengembangan,
sosial, rekreatif, dan persiapan karir yaitu. Pertama, Fungsi pengembangan,
yaitu bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mendukung perkembangan personal
peserta didik melalui perluasan minat, pengembangan potensi, dan pemberian
kesempatan untuk pembentukan karakter dan pelatihan kepemimpinan. Kedua, Fungsi sosial, yaitu bahwa
kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung
jawab sosial peserta didik. Kompetensi sosial dikembangkan dengan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk memperluas pengalaman sosial, praktek
keterampilan sosial, dan internalisasi nilai moral dan nilai sosial. Ketiga, Fungsi rekreatif, yaitu bahwa
kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dalam suasana rileks, menggembirakan, dan
menyenangkan sehingga menunjang proses perkembangan peserta didik. Kegiatan
ekstrakurikuler harus dapat menjadikan kehidupan atau atmosfer sekolah lebih
menantang dan lebih menarik bagi peserta didik. Keempat, 4) Fungsi persiapan karir,
yaitu bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mengembangkan kesiapan
karir peserta didik melalui pengembangan kapasitas (http://www.salamedukasi.com/2014/07).
Konsekuensinya
bagi Sekolah
Dengan dijadikannya pramuka sebagai
kegiatan ekstra-kurikuler wajib, maka semua peserta didik diharuskan mengikuti
kegiatan pramuka. Jika sebelumnya, kegiatan pramuka masih bersifat pilihan, maka
belum semua siswa mengikuti kegiatan pramuka. Ada banyak siswa yang lebih fokus
pada kegiatan ektstra-kurikuler lainnya, seperti PMR, Olah Raga, Kesenian, dan
lain sebagainya. Tetapi, ketika struktur K13 (Kurikulum 2013) memuat tentang
ketentuan wajib kegiatan pramuka, maka situasi ini mengharuskan siswa untuk
mengikuti kegiatan ekstra-kurikuler kepramukaan tanpa terkecuali. Ada enam prinsip
penyelenggaraan kegiatan ekstra-kurikuler pada satuan pendidikan yaitu: (1) Individual, yaitu prinsip kegiatan
ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik
masing-masing; (2) Pilihan, yaitu
prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti
secara sukarela oleh peserta oleh peserta didik; (3) Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang menuntu
keikutsertaan peserta didik secara penuh; (4) Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam
suasana yang disukai dan menggembirakan peserta didik; (5) Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan
ekstrakurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik
dan berhasil; (6) Kemanfaatan
sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan
masyarakat.
Ketika pramuka diwajibkan kepada
peserta didik tetapi masih dalam ‘kemasan’ ekstra-kurikuler, maka ‘nuansa wajib’-nya
menjadi sedikit kabur. Hal ini disebabkan oleh status kegiatan yang bersifat
ekstra-kurikuler dan karenanya menjadi optional. Peserta didik yang
menyukai kegiatan olah raga tertentu akan memilih kegiatan ekstra-kurikuler Olah
Raga, siswa yang menggemari tarian akan memilih kegiatan ekstra-kurikuler Seni,
dan lain sebagainya. Bisa juga tidak mengikuti pramuka karena alasan
keterbatasan biaya (harga uniform), karena alasan kebutuhan waktu untuk
membantu keluarga, atau karena typical peserta didik yang memiliki
kemampuan fisik lemah sehingga kurang berminat pada kegiatan yang sedikit menekankan
kemampuan fisik. Pada konteks ini, maka satuan pendidikan memiliki beberapa
kewajiban demi suksesnya pramuka sebagai program ekstra-kurikuler wajib.
Pertama, satuan pendidikan harus
mengembangkan program pembinaan kepramukaan bagi tenaga pendidik. Dalam satuan
pendidikan, yang bertugas menjadi pembina pramuka adalah guru, sementara tidak
semua tenaga guru mempunyai kemampuan dasar-dasar kepramukaan. Kegiatan pramuka
dilakukan untuk membentuk karakter siswa menjadi lebih baik, seperti; beriman dan bertakwa kepada TYME, berakhlak
mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur bangsa, dll. Oleh
karena itu, kegiatan pramuka tidak tepat diajarkan melalui teori dan wejangan,
tetapi harus diajarkan melalui keteladanan dan contoh nyata. Jika sebelumnya,
kegiatan pramuka masih dibina oleh satu atau dua orang guru disetiap satuan
pendidikan, itu karena sifatnya masih pilihan (tidak semua siswa ikut pramuka).
Namun ketika sudah menjadi kewajiban (semua siswa ikut pramuka), maka
keterlibatan semua guru menjadi keniscayaan.
Kedua, satuan pendidikan harus
mengalokasikan anggaran untuk pengadaan seragam pramuka bagi siswa miskin.
Langkah ini dilakukan karena tidak semua siswa mempunyai kemampuan yang sama
dalam pembiayaan kebutuhan sekolah. Wajibnya pramuka adalah keinginan
pemerintah bukan keinginan siswa, sehingga sangat bijak jika pembiayaan seluruh
keperluan siswa menjadi kewajiban pemerintah. Ketiga, satuan pendidikan
berkewajiban melaksanakan pembinaan kepramukaan secara terencana. Mengapa harus
terencana? Kegiatan pramuka sifatnya adalah ekstra-kurikuler wajib, dan
membutuhkan biaya operasional sehingga harus diperhatikan agar tidak mempengaruhi
kegiatan intra-kurikuler baik dalam hal ruang, waktu, saranan, maupun biaya. Wallahu
a’lam bish-shawab.
Belum ada tanggapan untuk "Ketika Pramuka Menjadi Program Wajib"
Posting Komentar