Ilustrasi |
Sosok lelaki muda itu hanya berdiri diam sambil memegang gitar lapuknya,
dengan nada merendah sedikit menunduk lalu memperkenalkan nama, “saya Fildan
dari Baubau”. Dia juga lalu menjawab “Muskurane”
ketika ditanya “lagu apa yang akan kau nyanyikan” oleh salah seorang perempuan
yang sedang duduk di depannya didampingi dua sosok lelaki. Ketika diberikan
isyarat untuk memulai, pemuda yang nampak sangat pemalu dan rendah hati itu
mulai memainkan jemarinya, lalu terdengarlah bunyi suara gitar dengan petikan
klasik yang sangat menarik, sontak membuat terdiam tiga sosok yang sedang duduk
didepannya. Ketika suaranya yang merdu mulai melantunkan tembang India, tiga
orang yang tengah menyaksikan yang ternyata menjadi tim seleksi mulai saling
menatap, mereka tidak menyangka bahwa kemampuan anak muda ini sungguh luar
biasa. Salah seorang juri lalu memintanya meniupkan seruling yang juga ikut
dibawanya. Lalu dengan pelan tapi pasti, seruling itu diambilnya lalu
ditiupnya, dan sungguh tidak disangka tiupannya lalu memunculkan alunan suara
yang high class. Belum puas sampai
dengan “atraksi” seruling, perempuan yang bernama Iis Dahlia lalu memintanya
untuk menyanyikan satu tembang lagi, dan tembang yang dipilihnya berjudul Tum Hi Ho. Pemuda itu lalu mengangkat
gitarnya, suara nyaring dan irama syahdu petikan klasiknya kembali menghiasi
ruang audisi, dinyanyikanlah tembang pilihan sang penilai. Suara pemuda itu
bagus sekali, gaya bernyanyi bak penyanyi profesional, dia bernyanyi seolah
tidak sedang dalam audisi, pemuda itu bernyanyi menyajikan bakatnya yang telah
lama terpendam dan baru menemukan momentum. Tim penilai yang beranggotakan Iis
Dahlia, Nasar Kdi, dan Beniqno hanyut dibuatnya, alunan suara pemuda ini sungguh
membuat syahdu, tanpa sadar air matanya meleleh, mereka tidak menangis sedih,
mereka terharu karena menemukan bakat yang telah sekian lama terpendam, bakat
yang luar biasa yang kini hadir didepan mereka. Iis Dahlia yang biasa disapa
Teh Iis, lalu melangkah maju, memeluk pemuda itu dari belakang, disandarkannya
kepalanya dibahu pemuda itu sambil menikmati tembang India yang sedang
dilantumkannya. Pemuda itu lalu dinyatakan lolos audisi dan berhak mengikuti
konser Dangdut Academy (DA 4) yang
dilaksanakan oleh salah satu tv nasional.
Cerita diatas adalah sekelumit cacatan yang menyertai perjalanan Fildan
Rahayu menuju panggung DA 4. Rekaman hasil audisi yang dishare melalui Youtube konon disaksikan oleh puluhan
ribu bahkan ratusan ribu pengguna media sosial. Daya pikat Fildan terus
meningkat seiring dengan performanya dipanggung DA 4 yang semakin mengagumkan.
Tim Produser dan manajemen DA juga mampu mengembangkan bakat dan talenta Fildan
menjadi luar biasa. Semula belum terbiasa dengan piano, lalu kemampuannya
diasah sehingga mampu memainkan piano, semula masih kaku berjoget lalu menjadi
mahir dalam berjoget, dan terakhir sudah mampu memainkan drum sambil bernyanyi.
Lalu, apalagi yang kurang dari sosok Fildan? Tinggal satu, bahwa dia belum
mampu menciptakan lagu seperti halnya Rhoma Irama dan para pencipta lainnya. Tidak
mengherankan, jika euforia masyarakat menyaksikan DA 4 sangat berbeda dengan 3
DA sebelumnya. Fildan Effect adalah saktor utamanya. Kemampuannya menyanyi
dalam berbagai jenis genre musik, lihai dalam memainkan alat, mulai mahir dalam
berjoget, serta wajah yang rupawan, menjadikannya sebagai sosok yang
betul-betul ‘langka’ dalam dunia musik dangdut.
Kini konteks DA 4 telah memasuki babak grand final, dan Fildan ada di
dalamnya. Artinya, Fildan kini telah menapaki tangga juara. Hadirnya Fildan
pada babak grand final tentu bukan tanpa sebab, tetapi ada beberapa aspek yang
dia miliki yang menjadikannya layak menjadi favorit juara. Pertama, pintar dalam bernyanyi. Harus diakui bahwa DA 4 adalah ajang
kontestasi musik dangdut, dan kemampuan Fildan pada jenis musik ini boleh
dibilang excellent. Hal ini misalnya
dapat dilihat bahwa Fildan mampu menyanyi dalam semua aliran musik dangdut.
Bahkan tidak sedikit tembang yang dinyanyikan dengan aransemennya sendiri
dinilai oleh dewan juri mempunyai kualitas yang lebih bagus dari penyanyi
aslinya. Kedua, pandai memainkan alat
musik. Untuk yang satu ini, Fildan patut diacungi jempol. Mahir memainkan
gitar dan seruling, bahkan terakhir sudah bisa memainkan Piano dan Drum.
Kemampuan ini menempatkan Fildan menjadi sosok yang ‘unik’ dalam dunia musik
dangdut. Mengapa? Dalam musik dangdut, banyak yang pandai bernyanyi tapi tidak
pandai bermain musik, atau pandai memainkan alat musik namun tidak pandai
menyanyi. Fildan mampu mengkombinasikan keduanya, bernyanyi sekaligus bermain
gitar, seruling, piano, atau drum. Bahkan Fildan mampu berjoget, mengikuti
gerak koreo yang melatarinya, sesuatu yang sangat rumit dilakukan oleh penyangi
dangdut pada umumnya. Tidak mengherankan jika pengagum Fildan tersebar di
seantero nusantara, digandrungi oleh semua kalangan (anak-anak, dewasa, maupun
orang tua), dan di gemari oleh semua profesi (pedagang asongan, buruh, tukang
becak, pebisnis, orang kantoran, dll).
Ketiga, potensi lokal. Simpatisme warga terhadap
Fildan karena ternyata dia tidak berasal dari kota besar semacam Bandung,
Jakarta, Bogor, Yogyakarta, Semarang, atau Surabaya, beberapa kota yang menjadi
daerah asal para musisi terkenal. Fildan juga ternyata bukan lulusan sekolah
musik terkenal semacam Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Institut Seni Indonesia
(ISI) Yogyakarta, Institut Kesenian Bandung (IKB), atau Sekolah musik lainnya. Fildan
hanyalah ‘orang kampung’, alumni salah satu SMA di Kota Baubau Provinsi
Sulawesi Tenggara. Situasi ini ternyata menguntungkan Fildan dalam konteks
perolehan sms (short message service).
Antusiasme warga menyaksikan DA 4 serta memberikan dukungan sms sungguh luar
biasa. Hal ini terjadi karena ada sentuhan primordialisme yang tinggi dari warga
yang ingin ada temannya, keluarganya, atau orang sekampungnya menjadi artis atau
penyanyi terkenal. Ikatan kedaerahan menjadikan warga sangat antusias
memberikan dukungan tanpa menghitung berapa kost
yang harus ditanggung demi mendukung sang
idola. Berapa kali saya mencoba membuat status dimedia sosial dengan berperan “seolah-olah”
tidak mendukung Fildan. Hanya dalam hitungan detik, puluhan tanggapan
bermunculan dan mayoritas pengguna menyatakan penolakan. Kebanyakan mendukung
Fildan karena dua alasan. Pertama karena kemampuan musikalitasnya yang luar
biasa, dan yang kedua karena emosional kedaerahan.
Keempat, latar kehidupan. Latar
belakang kehidupan Fildan yang penuh dengan suka dan duka seolah menjadi faktor
pelengkap dalam menuai simpatik. Ketika salah seorang guru yang pernah menjadi
wali kelasya sewaktu masih SMA menceritakan tentang masa-masa sulit Fidan lalu
membaginya melalui media sosial, tidak sedikit yang meneteskan air mata ketika
membacanya. Masyarakat terharu membaca kisah hidupnya, mulai dari sepatunya
yang ‘tidak layak pakai’, uniform
sekolah yang tidak pernah ganti, sering menahan lapar, adalah beberapa
penggalan kisah yang membuat hanyut dalam haru. Masyarakat semakin bersimpatik,
mereka lalu tidak pernah berhitung tentang jumlah sms yang dikirimkan untuk
mendukung Fildan. Bagi mereka, mendukung Fildan adalah upaya mengangkat derajat
manusia ke tempat yang terhormat.
Mungkin ada yang akan berpikir tentang faktor ketampanan yang dimiliki
Fildan, tetapi untuk yang satu ini saya katakan tidak memberi pengaruh.
Faktanya, banyak penyanyi yang menuai sukses dalam belantika musik dangdut
Indonesia meskipun dengan wajah yang pas-pasan. Wallahu a’lam bish-shawab
Belum ada tanggapan untuk "Fildan: Potensi Lokal Berefek Global"
Posting Komentar