Ilustrasi |
Tampilnya Fildan di panggung Dangdut
Academy (DA 4) yang disiarkan langsung oleh salah satu tv nasional
memunculkan sejuta cerita menarik bak sinetron yang hanya mengenal kata
‘bersambung’. Ada banyak cerita yang sedikit rumit dicerna secara logika,
tetapi justru terjadi bahkan pada masyarakat yang menyandang label terdidik
sekalipun. Lihatlah cerita bagaimana seorang guru Agama salah satu SMP yang dengan
cepat membaca Ayat Kursi untuk Fildan ketika mengetahui bahwa idolanya itu
mendapatkan lampu merah dari salah seorang juri. Ayat ke-255 dari surah Al
Baqarah tersebut dibacanya dengan maksud agar Fildan tidak dieliminasi atau dikeluarkan
dari panggung DA 4. Begitupula cerita tentang Pasar Malam di Kabupaten Wakatobi
yang sepi penjual (bukan sepi pembeli) ketika Fildan tampil, atau cerita
tentang para penjual di Pasar Wameo Baubau yang telat membuka kios-kios
dagangannya karena terlambat bangun kelamaan begadang nonton performa Fildan.
Atau cerita seorang teman yang rela ‘berpuasa’ untuk tidak merokok demi
mengumpulkan harga pulsa guna mendukung Fildan, dan cerita tentang ibu rumah
tangga yang rela menahan diri untuk tidak membeli martabak manis jajanan
kesukaannya guna membeli pulsa untuk mendukung sang idola. Ada juga cerita
tentang salah seorang pejabat daerah di Wakatobi yang sibuk mengkampanyekan
kirim sms untuk mendukung Fildan pada acara nikahan keluarga, dan cerita
tentang seorang teman yang sibuk mempelototin Fildan ketika sedang bernyanyi
lalu mempraktekkannya kembali setelah Fildan tampil, atau lihatlah para
pengagumnya dari Baubau dan berbagai daerah seperti Maluku dan Papua yang rela
merogoh kocek dalam-dalam guna membeli tiket pesawat pulang pergi Jakarta hanya
untuk menyaksikan penampilan Fildan secara live,
lihatlah pula daftar antrian panjang masyarakat yang rela berdesak-desakan
dibandara Baubau guna menanti kedatangan sang idola, dan masih banyak lagi.
Beda lagi dengan cerita penjual pulsa yang dengan sengaja memanfaatkan
momentum DA 4 untuk meraup untung. Sang penjual pulsa sengaja menghembuskan isu
tentang tingginya sms dukungan untuk Putri, dan dalam waktu sekejap pulsa
jualannya habis dibeli oleh para pendukung Fildan.
Cerita-cerita tersebut menunjukan bahwa pesona Fildan sungguh luar biasa.
Pada setiap penampilannya mampu menggerakan para pengagumnya untuk melakukan
berbagai hal guna mendukungnya agar tetap eksis dan menjadi yang terbaik dipanggung
DA 4. Mereka tidak pernah menghitung cost
sms, tidak peduli dengan pembeli atau pelanggan, tidak peduli dengan “apa
kata orang” demi Fildan sang pujaan hati. Inilah yang di istilahkan dengan Fildan Effect. Menariknya adalah pengagum Fildan tidak mengenal batas usia,
profesi, dan wilayah. Para pengagum Fildan mulai dari anak-anak, remaja,
dewasa, hingga kakek-nenek; mulai dari pedagang asongan hingga pengusaha papan
atas, pejabat rendahan hingga seorang Ketua DPRD, Walikota, dan bahkan
Gubernur. Ada juga pedagang kaki lima, tukang becak, PNS, Guru, dan lain
sebagainya; dan tersebar di berbagai daerah baik dalam wilayah Sulawesi maupun
luar Sulawesi.
Kini, Fildan telah ditetapkan sebagai juara DA 4. Apakah karir Fildan akan
berakhir seiring berakhirnya kontes DA 4? Saya kira tidak. Ruang pengabdian
bagi Fildan selalu terbentang luas sepanjang performance yang dimilikinya senantiasa dipertahankan dan tetap
rendah hati. Dalam waktu dekat, masyarakat Sulawesi Tenggara, Kota Baubau,
Konawe, dan Kolaka akan melaksanakan hajatan pilkada serentak. Momentum politik
lokal tersebut dapat menjadi kesempatan bagi Fildan untuk menjaga dan
mempertahankan eksistensinya sebagai penyanyi profesional. Pada konteks ini,
Fildan mempunyai sisi menarik. Kemampuannya dalam bernyanyi serta memainkan alat
musik, latar belakang kehidupannya yang penuh dengan cerita haru dan heroik,
serta pengagumnya yang banyak tersebar diseluruh wilayah Sulawesi Tenggara
dapat menjadi modal yang dapat dikapitalisasi untuk mendulang suara bagi
pasangan calon kepala daerah tertentu. Ruangnya ada pada saat kampanye, dimana
Fildan dapat dilibatkan didalamnya. Mengapa harus Fildan? Pertama, Fildan adalah anak daerah, sehingga dari aspek pembiayaan
akan lebih efisien dibanding mendatangkan artis dari Jawa, dan pada aspek
pencitraan pasangan calon akan dianggap memberdayakan potensi daerah atau pro dengan
potensi lokal. Berbeda halnya ketika harus menghadirkan artis ibukota yang
biayanya jauh lebih mahal, apakah lagi tidak pandai bernyanyi dan hanya
mengandalkan goyangan erotis. Menghadirkan penyanyi seperti ini hanya akan menimbulkan kesan negatif bagi
pasangan calon. Kedua, musiknya
Fildan adalah musik dangdut, musik khas Indonesia yang digandrungi oleh semua
kalangan. Dengan demikian, sangat mudah digunakan untuk memobilisasi orang
banyak. Berbeda dengan musik pop yang hanya digemari oleh kalangan tertentu
saja. Ketiga, pengagum Fildan sedang booming di wilayah Sulawesi Tenggara.
Berkampanye dengan Fildan tentu akan menghadirkan massa dalam jumlah banyak,
sehingga akan terbangun image bahwa
pasangan tersebut di dukung atau disukai dan akan dipilih oleh orang banyak.
Mudah-mudahan kemenangan Fildan pada konteks DA 4 dapat dijadikan
pelajaran oleh para aktor politik memasuki pilkada serentak 2018. Kemenangan Fildan
tidak ditentukan oleh banyaknya uang yang ia miliki, bukan karena memiliki keluarga
terpandang, juga bukan karena orang tuanya adalah pejabat atau mantan pejabat
negara. Kemenangan Fildan lebih ditentukan oleh Kompetensi yang dia miliki.
Fildan memiliki pengetahuan, skill,
berdedikasi, dan berintegritas. Faktor-faktor inilah yang menjadikannya
terpilih tanpa harus mengeluarkan uang banyak. Fildan cukup menyampaikan
“dukung saya dengan cara ketik DA spasi FILDAN kirim ke 97288”, maka para
pendukungnya pun melakukannya. Uang dari siapa? Apakah pendukungnya harus
meminta uang pada Fildan untuk harga pulsa? Tidak. Semua dilakukan atas
inisiatif sendiri dan juga dengan uang sendiri. Mereka tidak pernah menghitung
jumlah pengorbanannya karena figur yang mereka pilih sesuai dengan preferensi
mereka.
Calon pasangan kepala daerah sejatinya didukung bukan karena uangnya, bukan
karena ketua partai, bukan karena keluarga terpandang atau keluarga pejabat,
tetapi karena memiliki kompetensi, berdedikasi dan berintegritas. Tentu, harus
ada pemahaman dari partai politik bahwa formula memenangkan pilkada lebih
ditentukan oleh figur ketimbang partai. Partai hanyalah pintu masuk, sedangkan
penentu kemenangan adalah figur itu sendiri. Jika calon yang diajukan memiliki
kompetensi, kredibel dan sesuai preferensi publik, maka tanpa uang pun pasti
akan dipilih oleh masyarakat. Tetapi, jika calon yang diusung tidak
berkompetensi, tidak kredibel, dan jauh dari harapan masyarakat, maka jangan
heran kalau masyarakat meninggalkannya. Wallahu
a’lam bish-shawab
Belum ada tanggapan untuk "Fildan Effect dan Pelajaran untuk Pilkada Serentak 2018"
Posting Komentar