Ilustrasi |
Dalam salah satu ayat dalam surah Al-Baqarah (ayat 185), dijelaskan bahwa
tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia.
Dijelaskan bahwa “…di dalamnya diturunkan
Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu, dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)”. Ayat ini
menegaskan tentang posisi Al-Qur’an bagi umat manusia (bukan hanya bagi umat
muslim), bahwa hadirnya tidak sekedar untuk menjadi bahan bacaan, tetapi
menjadi sumber pengetahuan. Konsekuensinya adalah Al-Qur’an tidak cukup hanya
dibaca, tetapi harus dikaji dan dipelajari sehingga ditemukan muatan-muatan
hikmah, muatan pengetahuan yang kelak menjadi panduan dalam menjalani
kehidupan. Faktanya adalah, telah banyak ditemukan pengetahuan baru dalam
bidang sains yang bersumber dari Al-Qur’an.
Dalam konstruksi Al-Qur’an, ada empat cara Allah mengajarkan pengetahuan
kepada umat manusia. Pertama, melalui
ayat-ayat tentang kisah. Ayat-ayat Al-Qur’an banyak menceritakan kisah atau
peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Menariknya adalah ketika Allah
menceritakan tentang kebaikan, seperti kisah para Nabi dan Rasul, maka nama
pelaku atau nama aktor dalam kisah tersebut disebutkan secara tersurat, bukan
dalam bentuk perumpamaan. Mengapa? Karena aspek yang akan menjadi pelajaran
pada kisah tersebut adalah sosok yang baik dan perbuatan yang baik. Hal ini
dapat kita lihat misalnya dalam kisah Nabi Muhammad SAW, Nabi Ibrahim AS, Nabi
Yusuf AS, kisah keluarga Imran, kisah keluarga Lukman, dan lain sebagainya.
Sedangkan ketika menceritakan tentang kisah kejahatan, kezhaliman, kekafiran,
dan perbuatan buruk lainnya, maka Allah menyebut aktornya secara tersirat,
bukan nama yang sebenarnya tetapi dalam bentuk gelar. Mengapa? Karena aspek
yang hendak dijadikan pelajaran adalah perbuatannya, bukan pada sosoknya. Fir’aun, sebenarnya bukan nama aslinya
tetapi adalah gelar umtuk menggambarkan sosok yang sewenang-wenang, zhalim,
otoriter, dan mengaku sebagai Tuhan; Namruz,
bukan nama sebenarnya, tetapi adalah gelar karena sosoknya yang penyembah
berhala; Qarun adalah gelar yang
dilekatkan pada sosok yang sangat serakah dengan harta; dan lain-lain. Pada
kisah yang pertama, para aktornya sudah meninggal dan tidak akan hidup kembali,
tetapi pada kisah yang kedua, para aktornya masih tetap hidup hingga sekarang
dan bisa jadi mereka berkeliaran di sekitar kita.
Kedua, melalui ayat-ayat tentang
asal penciptaan. Al-Qur’an juga banyak menceritakan tentang awal penciptaan
manusia, dalam surat Al Mu’minun misalnya, Allah menjelaskan bahwa “dan sungguh kami telah menciptakan manusia
dari saripati (berasal) dari tanah” (ayat 12)—“kemudian kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (Rahim)” (ayat 13). Melalui ayat-ayat yang menjelaskan tentang asal
penciptaan, Allah hendak memberikan pelajaran kepada manusia untuk menyadari
eksistensinya karena hanya bersumber dari air yang menjijikkan bahkan oleh dirinya
sekalipun. Tidak ada alasan bagi manusia untuk membanggakan diri, menjadi
angkuh atau tinggi hati. Dengan demikian, manusia akan menjadi sadar bahwa
kekuasaan Tuhan atas dirinya sangat besar, sehingga tidak alasan baginya
kecuali beribadah menghambakan diri kepada-Nya.
Ketiga melalui ayat-ayat tentang
lingkungan. Selain menceritakan tentang asal penciptaan, Allah juga banyak
menjelaskan tentang lingkungan. Dalam surat Al-Mulk, Allah mengingatkan, “yang telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada penciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (ayat 3). “kemudian datanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu
dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan
payah” (ayat 4). Dari penjelasan ayat tersebut, nampak bahwa Allah hendak
memberikan penyadaran kepada manusia tentang sifat-Nya yang Maha Pemurah. Dia
telah menciptakan alam beserta segala isinya untuk manusia dengan begitu sangat
lengkap dan berpasang-pasangan. Daratan bersama lautan, hewan dan tumbuhan, ada
gunung dan ada lembah, ada tanah yang subur dan ada yang tandus, ada makanan
yang halal dan ada juga haram, ada sayur-sayuran dan buah-buahan, serta ada
buah yang manis, pahit, serta asam. Dengan adanya pengetahuan tentang penciptaan
alam, maka manusia akan tersadar untuk melestarikannya. Tetapi, ketika manusia
tidak bertanggung jawab, lalu melakukan pengrusakan lingkungan, maka Allah juga
mengingatkan bahwa, “telah nampak
kerusakan di daratan dan dilautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Ar-Rum; 41).
Keempat, melalui ayat-ayat tentang janji
dan ancaman. Setelah memberikan pelajaran dari berbagai kisah, tentang awal
penciptaan, dan tentang lingkungan, maka Allah memberikan janji dan ancaman.
Janji terkait dengan sisi faedah yang akan diperoleh manusia ketika mampu menjaga
konsistensi dalam kehambaannya (beribadah); sedangkan ancaman adalah
konsekuensi yang akan diterima oleh manusia ketika mengingkari kehambaannya. Dalam
salah satu ayat Al-Qur’an dijelaskan bahwa, “jika engkau bersyukur maka nikmatku sangat banyak, tapi jika engkau
ingkar maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Hal ini kemudian mempunyai
relevansi dengan konsep kebajikan dan keburukan, syukur dan ingkar, pahala dan
dosa, maupun surga dan neraka. Semua ini diterangkan oleh Allah untuk
memberikan pelajaran kepada manusia agar senantiasa melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Demikianlah cara Allah memberikan pengetahuan kepada umat manusia melalui
Al-Qur’an. Oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Al-Qur’an disebutnya dengan hammalat lil wujuh, “dia akan
memancarkan cahaya dari sudut manapun kita datangi”. Wallahu a’lam bish-shawab.
Belum ada tanggapan untuk "Hikmah Jumat: Cara Tuhan Memberikan Pelajaran Melalui Al-Qur’an"
Posting Komentar