Hugua: The Next Gubernur?
|
Ir. Hugua |
Diskusi
tentang Ir. Hugua dan peluangnya menjadi Gubernur Sulawesi Tenggara pasca
kepemimpinan Nur Alam semakin menghangat setelah masa jabatannya sebagai Bupati
Wakatobi berakhir. Sebagian masyarakat nampaknya menyayangkan jika “buah tangan”
Hugua dalam pembangunan hanya sampai di Wakatobi, mereka sangat menginginkan
agar buah tangan tersebut dapat dilanjutkan pada level yang lebih tinggi
khususnya pada tingkat Provinsi. Diskusi ini seolah menemukan momentum karena
tahun 2017 adalah waktu pelaksanaan suksesi Gubernur Sulawesi Tenggara. Masa
kepemimpinan Nur Alam akan segera berakhir, sehingga proses seleksi akan segera
dimulai untuk menentukan siapa pemegang estafet kepemimpinan di Bumi Anoa
selanjutnya.
Menarik
untuk disimak adalah wacana tentang Hugua The Next Gubernur semakin
menguat dan menghiasi ruang-ruang publik. Panflet dan spanduk telah
berseliweran, bahkan dimedia online muncul sejumlah akun yang nampaknya
mengarah pada Hugua the next Gubernur. Hugua Gubernurku, Ampera Hugua, dan
Hugua Fans Club, adalah beberapa akun media online yang semakin membuat hangat
diskusi tentang Hugua. Dapat dipastikan bahwa sejumlah akun tersebut adalah
hasil kreasi kaum muda yang memang menginginkan Hugua menjadi Gubernur Sulawesi
Tenggara selanjutnya. Mengapa Hugua The Next Gubernur? Bisa jadi ini adalah Do’a,
agar kelak (pasca Nur Alam) Hugua dapat terpilih menjadi Gubernur. Tetapi yang
pasti bahwa Hugua The Next Gubernur adalah wujud komitmen dari kelompok
anak muda yang siap menjadi volunteer mewujudkan mimpi mereka menjadikan
Hugua menjadi Gubernur. Saya lalu bertanya, Hugua The Next Gubernur? Pertanyaan
ini sengaja diajukan untuk mengetahui sejumah sisi menarik yang menempatkan
Hugua memiliki nilai plus dan memang layak menjadi Gubernur. Saya kemudian
menemukan enam kekuatan utama yang dimiliki oleh Hugua.
Pertama,
Hugua memiliki Modal politik. Salah satu kendala setiap figur yang ingin mengikuti
kontestasi politik, seperti Pilkada, Pilgub, bahkan Pilpres sekalipun adalah
modal politik, terutama apakah figur tersebut memiliki Partai Politik yang akan
menjadi “kendaraan”. Saat ini, Hugua masih tercatat sebagai Ketua Umum PDI
Perjuangan Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada pemilu legislatif 2014-2019 partai yang “dinakhodainya” memperoleh
5 kursi dan menjadi Partai dengan perolehan suara terbanyak ke empat setelah
PAN, Golkar, dan Demokrat. Dengan perolehan suara tersebut, PDI-P berhasil
menempatkan kadernya menjadi Wakil Ketua DPRD. Merujuk pada Undang-undang Nomor
8 Tahun 2015 pasal 40 ayat (1) yang mengatakan bahwa Partai politik atau
gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi
persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah
dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang
bersangkutan, rasanya tidak sulit bagi Hugua untuk memenuhi syarat tersebut.
Kedua, Hugua
memiliki Modal Popularitas. Untuk urusan popularitas (keterkenalan), Hugua tidak diragukan lagi.
Bahkan sebagian besar kalangan sangat yakin bahwa jika dilakukan survei untuk
mengetahui tingkat popularitas figur para bakal calon Gubernur, Hugua pasti
akan memiliki persentase yang jauh lebih tinggi. Terus mempublikasikan
pembangunan Wakatobi, tidak berhenti mempromosikan potensi pariwisata Wakatobi,
serta sejumlah prestasi yang diraih selama memimpin menjadikannya semakin
terkenal, bukan hanya dalam skala regional dan nasional, tetapi juga dalam
skala internasional. Mengapa modal popularitas penting, karena memiliki
relevansi yang kuat dengan elektabilitas (keterpilihan). Pada setiap momen election,
masyarakat selalu memilih figur atau calon yang mereka kenal. Hugua tidak hanya
dikenal di Wakatobi, tetapi dikenal di seluruh Sulawesi Tenggara, diseluruh
Indonesia, bahkan di mancanegara.
Ketiga,
Hugua memiliki Modal Prestasi. Ketika diskusi tentang calon Gubernur DKI Jakarta
menghangat, Direktur Eksekutif Citra Survei Indonesia (CSI), Aendra Medita (KP,
27/3/2016) menyebut lima kepala daerah yang memiliki potensi menyaingi Ahok
(Basuki Tjahaya Purnama). Kelima kepala daerah tersebut adalah Tri Rismaharini
(Walikota Surabaya), Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng, Sulsel), Abdullah Azwar
Anas (Bupati Banyuwangi), Suyoto (Bupati Bojonegoro), dan Hugua (Bupati
Wakatobi). Menariknya adalah kelima figur tersebut dianggap berpotensi
menyaingi Ahok karena memiliki prestasi yang jelas. Hugua dinilai sebagai
kepala daerah yang mempunyai torehan prestasi karena berhasil menjadikan sektor
pariwisata sebagai penggerak ekonomi. Sektor pariwisata yang dimaksud adalah
menjadikan Wakatobi sebagai kawasan industri bahari, menjaga ekosistem laut,
serta membangun sarana infrastruktur. Selama memimpin Wakatobi, sangat banyak
prestasi yang diraih, puncaknya (diakhir masa jabatan) adalah mampu menjadikan
Wakatobi masuk dalam top ten destinasi pariwisata Indonesia. Suatu wujud
nyata karya yang patut diapresiasi oleh siapapun.
Keempat, Hugua memiliki Modal sosial. Coleman menyebut setidaknya
terdapat tiga bentuk modal sosial. Pertama,
struktur kewajiban (obligations),
ekspektasi (expectations), dan
kepercayaan (truthworthness). Kedua, jaringan informasi (information channels). Informasi
sangatlah penting sebagai basis tindakan. Ketiga,
norma dan sanksi yang efektif (norms and
effective sanctions). Bagi Hugua, struktur kewajiban sebagai Bupati adalah
pengabdian, dengan demikian menjadi pemimpin berarti menjadi pelayan publik. Ketika
pertama merencanakan pembangunan bandara, kendala utama adalah resistensi
sebagian masyarakat. Tetapi Hugua bergeming, beliau melihat bahwa kendala utama
yang dihadapi pada awal kepemimpinannya di Wakatobi adalah keterisolasian. Maka
langkah awal adalah membuka keterisolasian, dengan membangun bandara untuk
membuka jalur transportasi udara, membangun dan merehabilitasi pelabuhan untuk
membuka jalur transportasi laut, serta
membuka dan memberbaiki infrastruktur jalan untuk membuka jalur transportasi
darat. Efek dari pembukaan jalur-jalur transportsi tersebut adalah ekonomi
masyarakat kecil mengalami pertumbuhan secara pesat. Hal ini kemudian
meningkatkan ekspektasi publik bahwa kepemimpinan Hugua dapat menghadirkan
kesejahteraan. Tahap selanjutnya adalah, masyarakat menjadi percaya dengan
kepemimpinan Hugua. Hal ini dapat dilihat bahwa beliau dipercaya untuk memimpin
selama dua periode. Hugua juga menguasai jaringan informasi khususnya untuk
mengenalkan potensi pariwisata Wakatobi. Beliau memahami bahwa ada pergeseran
trend pariwisata dari pariwisata alam ke pariwisata bawah laut, sehingga media
informasi betul-betul dijadikan sebagai sarana untuk “menjual” potensi
pariwisata Wakatobi yang memang mempesona. Selama memimpin, Hugua tidak
pernah marah. Setiap kritikan dihadapinya dengan senyum, bahkan persoalan
pribadi sekalipun tidak pernah ditanggapi apakah lagi membawanya ke ranah
hukum. Bagi Hugua, apapun yang dilakukan sangat tergantung pada niatnya, apa
yang dilakukan akan kembali pada diri sendiri, serta senantiasa bersyukur dan
berterima kasih termasuk kepada pengkritiknya sekalipun. Sikap ini diakui oleh
banyak kalangan sebagai bentuk pembelajaran berdemokrasi yang paling berharga
dari Hugua.
Kelima, Hugua memiliki Modal
finansial. Sosok
Hugua sejatinya bukan pribadi yang suka berpenampilan parlente alias lebay,
tetapi sosok yang apa adanya. Beliau dilahirkan serta dibesarkan dari keluarga
yang sangat miskin, kemudian menggeluti dunia pemberdayaan dengan mendirikan
LSM (lembaga swadaya masyarakat) Sintesa. Nampaknya situasi inilah menjadikan
Hugua senantiasa konsisten menjadi sosok yang sederhana. Tetapi, bukan berarti
tidak memiliki modal finansial untuk persiapan pemilihan Gubernur. Memerintah
selama dua periode di Wakatobi (2005-2009 dan 2009-2016), tentu menjadi penanda
bahwa Hugua juga memiliki modal finansial.
Keenam, Hugua memiliki modal
jaringan LSM. Background
Hugua bukan pengusaha, juga bukan birokrat tetapi aktivis lembaga swadaya
masyarakat (LSM). Bersama Sintesa beliau terus melakukan kerja-kerja
pemberdayaan masyarakat terutama pada wilayah-wilayah terisolir dan
terbelakang. Bantuan sanitasi air bersih, bantuan pemberdayaan ekonomi,
pendampingan masyarakat, dan kerja-kerja sosial lainnya terus digalakan. Bukan
hanya di Wakatobi tetapi diseluruh wilayah Sulwesi Tenggara dan luar Sulawesi
Tenggara. Semua itu dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang menjadi concernnya.
Nilai lebih dari kepemilikan Jaringan LSM adalah seringkali dianggap lebih
efektif karena bekerja tanpa pamrih alias tulus dan ikhlas.
Kepemilikan jaringan ini seolah menjadi suplementer sekaligus komplementer dari
struktur partai yang telah dimiliki. Wallahu a’lam bish-shawab
Postingan terkait:
Entahlah, kita punx pandangan yg berbeda tentang the next gubernur.
BalasHapusMantap..
BalasHapusMantap,
BalasHapusJelas lebih baik
HapusJelas lebih baik
BalasHapusNgeri juga analisnya
BalasHapusSalam Pak