RAMADHAN DAN COVID-19

Oleh : La Rudi

Ilustrasi (Masjid Mubaraq)

Ramadhan kembali hadir, ia tidak pernah alpa, ia selalu datang secara konsisten untuk menyapa jutaan kaum muslimin diseantero jagad ini. Ramadhan tahu, bahwa sebelas bulan sudah kaum muslimin menjalani rutinitasnya tanpa jeda. Maka ia pun hadir untuk mengingatkan bahwa inilah saatnya menahan diri, beristrahat sejenak dari rutinitas itu. Jika selama sebelas bulan manusia dengan bebas memenuhi segala hasrat duniawi dan jasmaninya, maka kini waktunya mengendalikan diri. Ramadhan hadir untuk memberi warning bahwa aspek duniawi dan jasmani adalah dimensi yang tidak pernah ada habisnya. Seperti mengejar cakrawala, semakin dikejar semakin menjauh hingga lari pada titik yang tidak pernah berkesudahan. Mengejar terus aspek duniawi, jasmani, materi, seolah berpacu dalam arena yang tidak tercantum kata finish.
Selama sebelas bulan, manusia terus mengumpul materi, mengejar posisi, kedudukan, dan popularitas, serta mencari tambahan untuk mencukupkan yang tidak pernah cukup. Maka ramadhan kini hadir membawa pesan bagi manusia untuk sejenak menahan diri dari pemenuhan nafsu duniawi. Seperti hujan yang turun di musim kering, ramadhan hadir untuk menyirami kehidupan kita yang telah lama mengalami kegersangan dalam dimensi spiritual. Rasul Muhammad SAW tidak memerintahkan umatnya untuk terus-terusan mencari kebutuhan dunia, lalu melupakan akhirat. Juga tidak melarang melupakan dunia demi untuk mengejar kehidupan akhirat. Nabi Muhammad SAW menekankan dimensi keseimbangan, bahwa dunia dan akhirat adalah dua aspek yang harus dipandang sama. Jika semenjak Syawal hingga Sya’ban aspek jasmani-duniawi terus dipenuhi, maka ramadhan hadir untuk memenuhi aspek keseimbangan itu, mengisi ruang hampa itu, supaya aspek rohani-ukhrawi juga terpenuhi.
Ramadhan, dalam istilah Arab berarti panas. Hal ini dikiaskan dengan keadaan orang yang berpuasa yang tenggorokannya terasa panas menyengat karena menahan lapar dan haus. Selama bulan ramadhan, ada kewajiban untuk perpuasa yakni menahan diri tidak memenuhi kebutuhan jasmani (makan dan minum serta kebutuhan biologis) pada siang hari. Makan dan minum pada hakekatnya adalah sifat hewani, sebaliknya tidak makan dan minum adalah sifat rabbani. Melaksanakan ibadah puasa berarti mengikuti sifat Allah sekaligus melepaskan sifaf kebinatangan yang melekat pada diri kita. Bukankah Allah tidak makan dan minum, juga tidak beristri, tidak beranak dan diperanakkan? Berpuasa berarti melatih diri untuk terbiasa hidup sederhana, tidak silau akan kebutuhan duniawi, dan melepaskan belenggu nafsu hewani, Berpuasa juga berarti belajar mendekatkan diri kepada Tuhan melalui sifat-sifatnya. Dengan begitu, maka manusia akan semakin takut melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Tuhan. Dalam suatu uraiannya, Nurcholish Madjid (2002: 104) mengatakan bahwa tujuan paling penting dari amalan-amalan keagamaan adalah untuk mendidik kita agar memiliki pengalaman Ketuhanan dan menanamkan kesadaran Ketuhanan yang sedalam-dalamnya. Sebab, dari kesadaran Ketuhanan itulah berpangkal, bersumber, dan memancar seluruh sikap hidup yang benar, dan dengan kesadaran Ketuhanan itu pula manusia akan dibimbing ke arah kebajikan atau amal shaleh yang membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Berpuasa juga berarti membiasakan diri memiliki kepekaan sosial, menumbuhkan rasa solidaritas terhadap orang-orang di sekitar kita yang hidup dalam kemiskinan. Ketika berpuasa, kita akan merasa kelaparan dan kehausan. Dengan begitu, kita akan merasakan apa yang selama ini dirasakan oleh orang-orang yang miskin dan fakir, yang hidupnya penuh kekurangan. Ibadah puasa membuat kita ikut merasakan penderitaan orang yang kurang beruntung secara ekonomi. Ketika kita menahan lapar dan haus saat puasa, maka kita pun merasakan apa yang selalu dirasakan oleh kaum dhuafa setiap harinya di luar bulan puasa. Dengan begitu akan menjadikan kita semakin berempati dan bersimpati kepada mereka yang kurang beruntung dalam hidupnya.
Namun, ramadhan kali ini hadir di tengah pendemi Covid-19. Ramadhan hadir di tengah suasana kurang kondusif karena ancaman virus yang terus menyebar dan menelan banyak korban jiwa. Masyarakat dilanda kepanikan dan ketakutan, amaliah ramadhan pun cukup dilaksanakan di rumah. Dalam perspektif kesehatan, Covid-19 adalah wabah penyakit yang dapat mengancam kesehatan manusia. Ia adalah bakteri yang tidak kasat mata, yang dapat dengan mudah menjangkiti manusia. Maka cara pencegahannya adalah dengan membiasakan pola hidup sehat. Hanya dengan cara itu, manusia dapat terhindarkan dari ancaman virus berbahaya, apapun namanya. Sedangkan menurut tinjauan agama, Corona Virus adalah makhluk Tuhan yang juga bertasbih kepada-Nya. Dalam Al-Quran dikatakan bahwa “bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; Dia-lah Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ash-Shaff: 1). Maka cara mencegahnya adalah mendekatkan diri kepada Tuhan dengan meningkatkan kualitas sekaligus kuantitas ibadah, serta berzikir dan berdoa semoga dijauhkan dari virus berbahaya ini.
Ramadhan dapat menjadi momen yang tepat untuk mengaktualisasikan pola hidup sehat guna mencegah penyebaran Covid-19. Meskipun hingga saat ini, vaksin penyakit yang ditimbulkannya belum ditemukan, paling tidak bahwa protokol pencegahan corona sudah tersosialisasikan. Sehingga tugas kita selanjutnya adalah menerapkan prilaku hidup sehat untuk mencegah penyebarannya semakin meluas. Menjaga jarak sosial (social distance), menghindari kerumunan, mengurangi interaksi di luar rumah, menggunakan masker, dan membiasakan cuci tangan dengan sabun adalah beberapa langkah yang harus menjadi perhatian. Adanya kebijakan belajar dari rumah (study from home) dan bekerja dari rumah (work from home) menjadi faktor pelengkap guna mewujudkan langkah pencegahan penyebaran Covid-19. Ramadhan juga dapat menjadi kesempatan emas bagi kaum muslimin untuk semakin meningkatkan kualitas ibadah kepada Tuhan.  Puasa, shalat Tarawih dan Witir, Tahajud, Tadarus Qur’an, memberbanyak dzikir dan doa, adalah beberapa amalan yang dapat dimaksimalkan selama ramadhan. Meskipun ibadahnya cukup di rumah saja, tetapi nilai kebajikannya tidak akan berkurang sepanjang dilaksanakan secara ikhlas dan khusyuk.
Semoga hadirnya ramadhan di tengah Pandemi Covid-19 dapat menumbuhkan kesadaran tentang kecilnya kita dihadapan Tuhan. Bahwa kita manusia, bahkan senantiasa merasa besar, merasa hebat, menganggap kuat dan perkasa, merasa paling pintar, paling kuasa, serta merasa paling segalanya. Tapi lihatlah, ternyata kita tidak mempunyai kekuatan apa-apa, serta tidak mampu berbuat apa-apa dihadapan makhluk yang kecilnya tidak nampak oleh mata. Bahkan Amerika Serikat yang mengklaim dirinya sebagai negara Adikuasa (super power), dibuatnya tidak memiliki kuasa (powerless). Lihatlah juga Negara Italia, Spanyol, Jerman yang terkenal memiliki sistem kesehatan terbaik juga dibuatnya tidak berdaya. Dengan menyadarinya, maka kita pun akan memahami hakikat diri sebagai hamba yang sesungguhnya tidak memiliki apa-apa selain apa yang diberikan oleh sang khaliq. “Dan aku (kata Allah) tidak memberikan engkau pengetahuan kecuali sedikit saja (QS Al-Isra’: 85).
Mudah-mudahan kita juga segera sadar bahwa harta yang melimpah, kedudukan yang tinggi, dan apapun label duniawi yang kita sandang dan selalu kejar atau pertahankan, ternyata tidak bernilai apa-apa ketika sedang berhadapan dengan musibah. Tuhan hanya “mengutus” makhluknya yang bernama Corona Virus Disease, lalu kita pun mengurung diri di rumah. Bukankah belajar dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah di rumah adalah istilah keren untuk tidak menyebut mengurung diri di rumah? Pada kondisi demikian, tidak ada yang paling berharga yang dapat kita lakukan selain beribadah, bertafakur, berdzikir, serta bermunajat kepada Allah semoga wabah ini segera berakhir. Ada baiknya kisah dalam Al-Quran, tentang bagaimana Tuhan menghancurkan tentara bergajah yang hendak menghancurkan Ka’bah (QS Al-Fiil: 1-5) dapat kita renungkan kembali. Meskipun konteksnya berbeda, tetapi ada nuansa yang mirip. Jika Tuhan hanya mengirimkan burung-burung untuk menggagalkan usaha Abraham bersama tantara bergajahnya menghancurkan Ka’bah, kini Tuhan hanya mengirimkan virus korona dan menjadikan negara-negara Adikuasa dan atau orang-orang yang merasa berkuasa sadar akan kelemahannya dihadapan Yang Maha Kuasa. Wallahu a’lam bish-shawab
29 April 2020/06 Ramadhan 1441 H

Postingan terkait:

1 Tanggapan untuk "RAMADHAN DAN COVID-19 "

  1. Casino | OKCHOMA
    When did the Casino reopen? At titanium grey the Casino at Oak Cliff, players can play a variety bet365 of titanium flash mica slot machines. There is a variety of table games and a titanium exhaust tubing live gaming titanium bolt

    BalasHapus