Oleh : La Rudi
Ilustrasi (Masjid Mubaraq) |
Ramadhan kembali hadir, ia tidak pernah alpa, ia selalu datang secara konsisten untuk menyapa jutaan kaum muslimin diseantero jagad ini. Ramadhan tahu, bahwa sebelas bulan sudah kaum muslimin menjalani rutinitasnya tanpa jeda. Maka ia pun hadir untuk mengingatkan bahwa inilah saatnya menahan diri, beristrahat sejenak dari rutinitas itu. Jika selama sebelas bulan manusia dengan bebas memenuhi segala hasrat duniawi dan jasmaninya, maka kini waktunya mengendalikan diri. Ramadhan hadir untuk memberi warning bahwa aspek duniawi dan jasmani adalah dimensi yang tidak pernah ada habisnya. Seperti mengejar cakrawala, semakin dikejar semakin menjauh hingga lari pada titik yang tidak pernah berkesudahan. Mengejar terus aspek duniawi, jasmani, materi, seolah berpacu dalam arena yang tidak tercantum kata finish.
Selama sebelas bulan, manusia terus
mengumpul materi, mengejar posisi, kedudukan, dan popularitas, serta mencari
tambahan untuk mencukupkan yang tidak pernah cukup. Maka ramadhan kini hadir membawa
pesan bagi manusia untuk sejenak menahan diri dari pemenuhan nafsu duniawi. Seperti
hujan yang turun di musim kering, ramadhan hadir untuk menyirami kehidupan kita
yang telah lama mengalami kegersangan dalam dimensi spiritual. Rasul Muhammad
SAW tidak memerintahkan umatnya untuk terus-terusan mencari kebutuhan dunia, lalu
melupakan akhirat. Juga tidak melarang melupakan dunia demi untuk mengejar
kehidupan akhirat. Nabi Muhammad SAW menekankan dimensi keseimbangan, bahwa
dunia dan akhirat adalah dua aspek yang harus dipandang sama. Jika semenjak Syawal
hingga Sya’ban aspek jasmani-duniawi terus dipenuhi, maka ramadhan hadir untuk
memenuhi aspek keseimbangan itu, mengisi ruang hampa itu, supaya aspek rohani-ukhrawi
juga terpenuhi.
Ramadhan, dalam istilah Arab berarti
panas. Hal ini dikiaskan dengan keadaan orang yang berpuasa yang tenggorokannya
terasa panas menyengat karena menahan lapar dan haus. Selama bulan ramadhan,
ada kewajiban untuk perpuasa yakni menahan diri tidak memenuhi kebutuhan jasmani
(makan dan minum serta kebutuhan biologis) pada siang hari. Makan dan minum pada
hakekatnya adalah sifat hewani, sebaliknya tidak makan dan minum adalah sifat rabbani.
Melaksanakan ibadah puasa berarti mengikuti sifat Allah sekaligus melepaskan sifaf
kebinatangan yang melekat pada diri kita. Bukankah Allah tidak makan dan minum,
juga tidak beristri, tidak beranak dan diperanakkan? Berpuasa berarti melatih diri
untuk terbiasa hidup sederhana, tidak silau akan kebutuhan duniawi, dan melepaskan
belenggu nafsu hewani, Berpuasa juga berarti belajar mendekatkan diri kepada
Tuhan melalui sifat-sifatnya. Dengan begitu, maka manusia akan semakin takut
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Tuhan. Dalam suatu
uraiannya, Nurcholish Madjid (2002: 104) mengatakan bahwa tujuan paling penting
dari amalan-amalan keagamaan adalah untuk mendidik kita agar memiliki
pengalaman Ketuhanan dan menanamkan kesadaran Ketuhanan yang sedalam-dalamnya.
Sebab, dari kesadaran Ketuhanan itulah berpangkal, bersumber, dan memancar
seluruh sikap hidup yang benar, dan dengan kesadaran Ketuhanan itu pula manusia
akan dibimbing ke arah kebajikan atau amal shaleh yang membawa kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Berpuasa juga berarti membiasakan diri
memiliki kepekaan sosial, menumbuhkan rasa solidaritas terhadap orang-orang di
sekitar kita yang hidup dalam kemiskinan. Ketika berpuasa, kita akan merasa
kelaparan dan kehausan. Dengan begitu, kita akan merasakan apa yang selama ini
dirasakan oleh orang-orang yang miskin dan fakir, yang hidupnya penuh kekurangan.
Ibadah puasa membuat kita ikut merasakan penderitaan orang yang kurang
beruntung secara ekonomi. Ketika kita menahan lapar dan haus saat puasa, maka
kita pun merasakan apa yang selalu dirasakan oleh kaum dhuafa setiap harinya di
luar bulan puasa. Dengan begitu akan menjadikan kita semakin berempati dan
bersimpati kepada mereka yang kurang beruntung dalam hidupnya.
Namun, ramadhan kali ini hadir di
tengah pendemi Covid-19. Ramadhan hadir di tengah suasana kurang kondusif
karena ancaman virus yang terus menyebar dan menelan banyak korban jiwa. Masyarakat
dilanda kepanikan dan ketakutan, amaliah ramadhan pun cukup dilaksanakan di
rumah. Dalam perspektif kesehatan, Covid-19 adalah wabah penyakit yang dapat
mengancam kesehatan manusia. Ia adalah bakteri yang tidak kasat mata, yang
dapat dengan mudah menjangkiti manusia. Maka cara pencegahannya adalah dengan membiasakan
pola hidup sehat. Hanya dengan cara itu, manusia dapat terhindarkan dari ancaman
virus berbahaya, apapun namanya. Sedangkan menurut tinjauan agama, Corona Virus
adalah makhluk Tuhan yang juga bertasbih kepada-Nya. Dalam Al-Quran dikatakan
bahwa “bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada
di bumi; Dia-lah Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ash-Shaff:
1). Maka cara mencegahnya adalah mendekatkan diri kepada Tuhan dengan meningkatkan
kualitas sekaligus kuantitas ibadah, serta berzikir dan berdoa semoga dijauhkan
dari virus berbahaya ini.
Ramadhan dapat menjadi momen yang
tepat untuk mengaktualisasikan pola hidup sehat guna mencegah penyebaran
Covid-19. Meskipun hingga saat ini, vaksin penyakit yang ditimbulkannya belum
ditemukan, paling tidak bahwa protokol pencegahan corona sudah tersosialisasikan.
Sehingga tugas kita selanjutnya adalah menerapkan prilaku hidup sehat untuk
mencegah penyebarannya semakin meluas. Menjaga jarak sosial (social distance),
menghindari kerumunan, mengurangi interaksi di luar rumah, menggunakan masker,
dan membiasakan cuci tangan dengan sabun adalah beberapa langkah yang harus menjadi
perhatian. Adanya kebijakan belajar dari rumah (study from home) dan
bekerja dari rumah (work from home) menjadi faktor pelengkap guna
mewujudkan langkah pencegahan penyebaran Covid-19. Ramadhan juga dapat menjadi
kesempatan emas bagi kaum muslimin untuk semakin meningkatkan kualitas ibadah
kepada Tuhan. Puasa, shalat Tarawih dan
Witir, Tahajud, Tadarus Qur’an, memberbanyak dzikir dan doa, adalah beberapa
amalan yang dapat dimaksimalkan selama ramadhan. Meskipun ibadahnya cukup di
rumah saja, tetapi nilai kebajikannya tidak akan berkurang sepanjang dilaksanakan
secara ikhlas dan khusyuk.
Semoga hadirnya ramadhan di tengah
Pandemi Covid-19 dapat menumbuhkan kesadaran tentang kecilnya kita dihadapan
Tuhan. Bahwa kita manusia, bahkan senantiasa merasa besar, merasa hebat, menganggap
kuat dan perkasa, merasa paling pintar, paling kuasa, serta merasa paling
segalanya. Tapi lihatlah, ternyata kita tidak mempunyai kekuatan apa-apa, serta
tidak mampu berbuat apa-apa dihadapan makhluk yang kecilnya tidak nampak oleh
mata. Bahkan Amerika Serikat yang mengklaim dirinya sebagai negara Adikuasa (super
power), dibuatnya tidak memiliki kuasa (powerless). Lihatlah juga
Negara Italia, Spanyol, Jerman yang terkenal memiliki sistem kesehatan terbaik
juga dibuatnya tidak berdaya. Dengan menyadarinya, maka kita pun akan memahami
hakikat diri sebagai hamba yang sesungguhnya tidak memiliki apa-apa selain apa
yang diberikan oleh sang khaliq. “Dan aku (kata Allah) tidak memberikan engkau
pengetahuan kecuali sedikit saja (QS Al-Isra’: 85).
Mudah-mudahan kita juga segera sadar bahwa
harta yang melimpah, kedudukan yang tinggi, dan apapun label duniawi yang kita
sandang dan selalu kejar atau pertahankan, ternyata tidak bernilai apa-apa ketika
sedang berhadapan dengan musibah. Tuhan hanya “mengutus” makhluknya yang
bernama Corona Virus Disease, lalu kita pun mengurung diri di rumah. Bukankah
belajar dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah di rumah adalah istilah
keren untuk tidak menyebut mengurung diri di rumah? Pada kondisi demikian,
tidak ada yang paling berharga yang dapat kita lakukan selain beribadah,
bertafakur, berdzikir, serta bermunajat kepada Allah semoga wabah ini segera
berakhir. Ada baiknya kisah dalam Al-Quran, tentang bagaimana Tuhan menghancurkan
tentara bergajah yang hendak menghancurkan Ka’bah (QS Al-Fiil: 1-5) dapat kita
renungkan kembali. Meskipun konteksnya berbeda, tetapi ada nuansa yang mirip. Jika
Tuhan hanya mengirimkan burung-burung untuk menggagalkan usaha Abraham bersama tantara
bergajahnya menghancurkan Ka’bah, kini Tuhan hanya mengirimkan virus korona dan
menjadikan negara-negara Adikuasa dan atau orang-orang yang merasa berkuasa sadar
akan kelemahannya dihadapan Yang Maha Kuasa. Wallahu a’lam bish-shawab
29
April 2020/06 Ramadhan 1441 H
Casino | OKCHOMA
BalasHapusWhen did the Casino reopen? At titanium grey the Casino at Oak Cliff, players can play a variety bet365 of titanium flash mica slot machines. There is a variety of table games and a titanium exhaust tubing live gaming titanium bolt