Ilustrasi (hipwee.com) |
Desa Suka Damai, nama itu disematkan
atas kesepakatan bersama seluruh warga yang mendiaminya. Bagi mereka, term
“suka damai” bukan hanya sebagai identitas administrasi sebagaimana desa-desa
lainnya, tetapi adalah harapan bersama bagaimana mewujudkan kedamaian di tengah
kehidupan sosial yang plural. Suka damai seolah menggambarkan watak dan komitmen
seluruh warga yang menginginkan kehidupan yang rukun dan harmonis di tengah perbedaan
suku, agama, bahasa, dan budaya. Ada pemeluk Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
dan Budha; demikian pula ada etnis Muna, Buton, Bugis, Makassar, Jawa, Bali, dan
lain sebagainya. Masing-masing etnis membawa tradisi dan budaya yang berbeda,
tetapi justru dipersatukan dalam satu wadah yang mereka sebut “suka damai”.
Desa ini terletak di bagian utara
Kabupaten Muna Barat, berjarak sekitar 50 km dari Kota Raha, Ibukota Kabupaten
Muna. Selasa, 8 Oktober 2019 adalah momentum bersejarah bagi seluruh warga Desa
Suka Damai karena desa yang mereka cintai itu ditetapkan oleh Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulwesi Tenggara sebagai Desa Sadar
Kerukunan. Penetapan tersebut ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh
Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tenggara bersama Bupati Muna
Barat.
Pentingnya
Desa Sadar Kerukunan
Desa sadar
kerukunan adalah program kementerian agama dalam upaya mewujudkan kerukunan
antar umat beragama, mendorong terciptanya kehidupan sosial yang aman dan damai
ditengah kemajemukan bangsa. Pemerintah melalui kementerian agama memahami
bahwa kebinekaan adalah suatu keniscayaan, sehingga sangat mustahil
dihilangkan. Kebinekaan karenanya adalah potensi yang dapat dikelola untuk
menjadikan masyarakat berkembang dan maju serta sejahtera. Tetapi secara laten,
kebinekaan juga mengandung potensi konflik jika salah kelola. Oleh karena itu,
tugas pemerintah adalah merawat kebinekaan, menumbuhkan kesadaran tentang
perbedaan, saling menerima dan menghargai agar tidak terjadi konflik.
Sasaran program
adalah desa sebagai unit terkecil dalam struktur masyarakat. Semakin homogen komposisi
suatu masyarakat, semakin tipis peluang untuk dipilih sebagai desa sadar
kerukunan; sebaliknya, semakin heterogen maka semakin besar peluangnya ditetapkan
sebagai desa sadar kerukunan. Ada tiga kriteria yang dijadikan acuan. Pertama,
tidak pernah terjadi bentrok terkait kerukunan umat beragama. Desa sadar
kerukunan adalah wujud pengakuan pemerintah atas terjalinnya kehidupan yang
rukun dan damai dalam masyarakat. Pembentukan desa sadar kerukunan diharapkan
dapat menjadi acuan dalam menumbuhkan kesadaran bertoleransi antar umat
beragama serta memiliki komitmen bersama bagi desa-desa yang lain untuk hidup
damai dalam bingkai perbedaan. Kedua, memiliki beberapa rumah ibadah
yang berbeda. Dengan kriteria ini, diharapkan bahwa masyarakat mau menerima kehadiran
pemeluk agama beserta rumah ibadah yang berbeda. Salah satu langkah mewujudkan
toleransi antar umat beragama adalah pengakuan atas eksistensi agama lain di
luar agama yang ia yakini. Eksistensi suatu agama biasanya ditandai dengan
keberadaan rumah ibadah. Oleh karena itu, banyaknya rumah ibadah yang berbeda
dalam suatu masyarakat dapat dijadikan indikator terjalinnya saling pengakuan
atas eksistensi agama-agama. Ketiga, dihuni oleh pemeluk agama yang
berbeda. Kriteria ini menandakan bahwa masing-masing pemeluk agama dapat
menjalankan ajaran agamanya secara tenang karena adanya pengakuan dan
penghargaan dari penganut agama lain.
Pelajaran
dari Desa Suka Damai
Bagaimana
masyarakat Desa Suka Damai mewujudkan kedamaian di tengah kehidupan yang beragam? Bagi masyarakat Desa Suka Damai,
hidup berdampingan secara harmonis di antara pemeluk agama yang berbeda maupun
di antara etnis, budaya, bahasa serta profesi yang berbeda adalah keharusan. Kebinekaan karenanya harus diperteguh, kerukunan
harus dirajut, dan kedamaian harus dipelihara bersama. Kebinekaan masyarakat
Desa Suka Damai telah berlangsung dalam waktu yang lama, mereka hidup berdampingan
dalam suasana rukun meskipun agama, bahasa, etnis, budaya, maupun profesi mereka
berbeda-beda. Ada tiga hal yang mereka terus lakukan sehingga kedamaian yang
telah lama mereka rajut senantiasa terjaga.
Pertama, menghargai perbedaan. Masyarakat Desa
Suka Damai berbeda secara agama, etnis, budaya dan tradisi, bahasa, maupun
profesi. Dari perbedaan tersebut, mereka tidak saling memaksakan untuk sama,
tetapi justru saling menghargai perbedaan itu. Wujud pengakuan atas perbedaan adalah
tidak saling menghalangi dalam pendirian rumah ibadah masing-masing. Di Desa
Suka Damai, rumah ibadah masing-masing pemeluk agama dibangun tanpa rintangan
dan penolakan dari penganut agama lain. Ada Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan
Budha, rumah ibadah masing-masing agama tersebut dibangun secara berdekatan di
dekat Aula Serbaguna. Masjid dibangun dekat dengan gereja, di dekat gereja di
bangun Vihara, dan di arah timur bagian belakang Aula Serbaguna dibangun Pura. Kedekatan
rumah ibadah tersebut menampakan terjalinnya kerukunan di antara para pemeluknya.
Kedua, menghormati perbedaan. Rasa hormat
masing-masing pemeluk agama diaktualisasikan dalam bentuk tindakan nyata. Seperti
cerita salah seorang penganut Kristen yang ikut berpartisipasi pada perayaan
Maulid Nabi Muhammad SAW. Diceritakan bahwa, bentuk keterlibatannya bukan ikut
menghadiri pengajian, tetapi ikut membantu kesuksesan kegiatan khususnya
menyiapkan “bunga maulid”, bunga dengan aneka hiasan yang diberi buah telur dan
diperebutkan oleh anak-anak setelah baca doa. Demikian pula pada perayaan Nyepi
bagi penganut ajaran hindu, umat islam, kristen, protestan, dan budha ikut
menjaga kerukunan dan keamanan kampung agar umat hindu tidak terganggu dalam
melaksanakan ibadah.
Ketiga, berkolaborasi dengan perbedaan. Ada
saling pengakuan dan penerimaan di antara masing-masing pemeluk agama di Desa
Suka Damai. Atas dasar itu kerjasama semakin mudah terjalin karena rasa saling
membutuhkan antara kelompok warga yang satu dengan yang lainnya. Hal ini nampak
pada setiap momen perayaan hari-hari besar nasional atau agenda-agenda penting
daerah dimana semua warga terlibat aktif tanpa memandang perbedaan. Bagi
masyarakat Desa Suka Damai, menyukseskan hajatan daerah atau nasional adalah
tanggungjawab semua warga. Wujud kolaborasi warga nampak pada kegiatan peresmian
Desa Suka Damai sebagai “Desa Sadar Kerukunan” dimana setiap penganut agama
ikut mengambil peran. Umat Hindu menampilkan tarian penyambutan dengan iringan musik
tradisional, murid-murid madrasah menampilkan tarian pada acara pembukaan, dari
penganut Katolik memandu iringan lagu Indonesia Raya, dan umat-umat lain aktif
dalam kegiatan dialog.
Tiga langkah
yang dilakukan oleh penduduk Desa Suka Damai adalah pesan mengenai arti penting
menjaga kerukunan. Menjaga kerukunan tidak cukup hanya sampai ruang-ruang
dialog, juga tidak berhenti pada perdebatan konsep dan kata-kata. Menjaga
kerukunan membutuhkan tindakan nyata dari setiap penganut agama. Semoga menjadi
pelajaran, bahwa perbedaan tidak mesti dibedakan, tetapi jangan juga dipaksakan
untuk sama. Keragaman adalah hal yang niscaya dan telah menjadi takdirnya manusia.
Tugas kita adalah saling menghargai perbedaan, menghormati perbedaan, serta
berkolaborasi dalam perbedaan. Mudah-mudahan pesan damai, sebagaimana
dipraktekan oleh masyarakat “Suka Damai” dapat kita aktualisasikan dalam kehidupan.
Amin
Kendari, 06 Des 2019
Kendari, 06 Des 2019
Belum ada tanggapan untuk "Pesan Damai dari Desa Suka Damai"
Posting Komentar