Parade Kebhinekaan di Bundaran HI |
Hanya berselang dua hari setelah aksi damai 212, aksi
“serupa” kembali dilaksanakan oleh suatu
kelompok yang di istilahkan dengan Parade Kebhinekaan 412. Parade itu sendiri
mengangkat tema ‘Kita Indonesia’. Bisa jadi, istilah ‘kita Indonesia’ sengaja
dipilih sesuai dengan tujuan aksi yaitu menumbuhkan kesadaran akan
ke-bhineka-an Indonesia. Sedangkan penggunaan label 412 berhubungan dengan hari
kegiatan yang dilaksanakan bertepatan dengan tanggal 4 Desember. Berbeda dengan
aksi damai 212 yang mempunyai tujuan mengawal fatwa MUI guna menuntut
pemerintah agar mempercepat penuntasan kasus penistaan agama yang dilakukan
oleh Ahok. Umat muslim kecewa, kitab suci yang menjadi pedoman hidupnya disalah
tafsirkan, dinistakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sehingga sangat
wajar, jika mereka tidak terima dan menuntut agar pelaku penistaan agama
tersebut diberikan sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Itulah sebabnya
dilakukan aksi damai 212. Sedangkan aksi yang bertemakan ‘kita Indonesia’,
tidak mempunyai tujuan yang jelas. Karena, jika sekedar untuk memberikan
himbauan tentang pentingnya menyadari keberagaman Indonesia, maka sebenarnya
pesan-pesan tersebut sudah sering dilakukan dengan cara yang berbeda dan
dilakukan oleh organisasi pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Sehingga
kuat dugaan, bahwa aksi ‘Parade Kebhinekaan 412’ hanya sekedar menjadi counter
attack dari gerakan sebelumnya, yakni aksi damai 212.
Apakah salah menyampaikan pendapat di depan umum
sebagaimana dilakukan pada aksi ‘Parade Kebhinekaan 412’? Jawabannya adalah
tidak salah, karena negara menjamin kemerdekaan bagi setiap penduduk untuk
berserikat dan berkumpul serta dalam menyampaikan pendapat baik secara lisan maupun
secara tulisan. Hanya saja, dalam melaksanakan hak kemerdekaan tersebut ada
koridor atau rambu-rambu yang harus ditepati. Diantara rambu-rambu yang harus
dipegang teguh dalam pelaksanaan penyampaian pendapat didepan umum adalah,
tidak boleh melanggar ketentuan perundang-undangan dan sejenisnya, menjaga
ketertiban umum, tidak boleh anarkis, tidak boleh menghujat dan atau menghina,
tidak boleh membawa senjata tajam, tidak boleh merusak fasilitas umum, dan lain
sebagainya. Pada konteks inilah kita menemukan sejumlah keprihatinan alias ironi
dalam pelaksanaan aksi ‘‘Parade Kebhinekaan 412’.
Pertama, ‘Parade Kebhinekaan 412’ ternyata
melanggar peraturan gubernur DKI Jakarta tentang Car Free Day (CDR) atau
Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Sebagaimana diketahui bahwa pada Pasal 7
ayat (1) Pergub Nomor 12 Tahun 2016 disebutkan “Sepanjang jalur HBKB hanya
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang bertema lingkungan hidup, olahraga, dan
seni dan budaya. Selanjutnya, di pasal (2) disebutkan bahwa “HBKB tidak boleh
dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan SARA serta orasi ajakan yang
bersifat menghasut” (detikNews, 5/12/2016). Munculnya bendera Partai Golkar dan
Partai Nasdem pada aksi ‘Parade Kebhinekaan 412’ dapat menjadi indikator bahwa
kegiatan tersebut melanggar ketentuan yang berlaku. Dalam konteks ini, kuat
dugaan bahwa desainer aksi 412 sengaja memilih hari yang bertepatan dengan Hari
Bebas Kendaraan Bermotor, untuk menciptakan kesan banyaknya massa pada aksi
tersebut.
Kedua, ‘Parade Kebhinekaan 412’ ternyata
sarat dengan kepentingan politik. Padahal, semula yang diklaim sarat dengan
kepentingan politik adalah aksi damai 212. Aksi damai 212 dianggap oleh
kalangan tertentu sebagai gerakan yang diskenario oleh kekuatan politik
tertentu guna mengganjal laju Ahok menjadi gubernur untuk periode kedua. Tetapi
klaim sepihak ini terbantahkan sendirinya setelah menyaksikan jutaan umat Islam
yang hadir pada tanggal 2 desember itu. Tidak ada yang percaya bahwa aksi damai
212 ada yang biayai, dan faktanya yang ada hanyalah keikhlasan. Membiayai
kegiatan demonstrasi yang dihadiri oleh jutaan orang sebagaimana aksi damai
212, tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan sudah pasti pilih orang
yang akan mampu membiayainya. Jika kita sepakat bahwa hadirnya atribut parpol
dapat menjadi tolak ukur politis atau tidaknya sebuah gerakan, maka fakta
menunjukkan bahwa aksi damai 212 tidak satupun menyertakan atribut parpol, dan
justru aksi ‘Parade Kebhinekaan 412’ yang diketahui banyak membawa atribut
parpol terutama baju dan bendera.
Ketiga, ‘Parade Kebhinekaan 412’ ternyata
mengakibatkan rusaknya tanaman dan sampah berseliweran dimana-mana (vivaNews,
5/12/2016). Hal ini sangat berbeda dengan aksi damai 212 yang berjalan dengan
baik, santun, tidak merusak, serta tidak meninggalkan sampah. Syukurnya,
kerusakan tanaman serta sampah yang berserakan ketika dilakukan parade
kebhinekaan 412, tidak mendapatkan sorotan yang serius dari media Televisi,
sehingga kurang begitu tersosialisasi di masyarakat. Yang saya bayangkan
adalah, jika rusaknya tanaman dan sampah yang berserakan terjadi pasca aksi
damai 212, maka kemungkinan besar akan menjadi headline di media
Televisi maupun media cetak.
Keempat, ‘Parade Kebhinekaan 412’ dilakukan
melalui mobilisasi dengan janji akan diberikan imbalan. Salah satu peserta demo
asal Gunung Singgih, Lampung Tengah, Rahmad Aldi (40) mengatakan, kedatangannya
ke Jakarta karena dibayar oleh Koordinator Lapangan (Fajar.co.id, 4/12/2016).
Hal ini menunjukkan bahwa hadirnya peserta dalam parade tersebut tidak murni
karena kesadaran sendiri, tetapi karena ada imbalan. Tentu, kondisi ini sangat
berbeda dengan aksi damai 212 yang hanya dilakukan dengan himbauan. Dengan
demikian, tidak ada janji atau iming-iming, tidak ada paksaan, bukan karena ada
yang memobilisasi, tetapi lebih karena panggilan nurani, karena tulus dan
ikhlas demi membela agamanya.
Setidaknya, itulah empat ironi yang dapat kita temukan
pada pelaksanaan ‘Parade Kebhinekaan 412’. Membandingkannya dengan Aksi Damai
212, tentu tidak sebanding karena memang bukan padanannya. Pada akhirnya
masyarakat dapat menilai mana aksi yang murni untuk kemaslahatan umat, dan mana
yang untuk kepentingan kelompok. Semoga Allah memberikan kita hidayah sehingga
mampu membedakan, mana jalan yang lurus, dan mana jalan yang tersesat. Wallahu
a’lam bish-shawab.
Belum ada tanggapan untuk "Empat Ironi Parade Kebhinekaan 412"
Posting Komentar