Wakatobi; Menuju Kabupaten Maritim



Ada hal yang menarik pasca pelantikan pasangan H. Arhawi dan Ilmiati Daud sebagai Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi masa bakti 2016-2021, yaitu ketika dilakukan launching Kabupaten Maritim Wakatobi diatas Kapal Motor (KM) Simba. Ketika prosesi pelantikan sudah selesai, maka secara de jure estafet kepemimpinan Wakatobi telah berpindah dari Ir. Hugua kepada H. Arhawi. Langkah ini dapat dikatakan sebagai sebuah terobosan mengingat bahwa Wakatobi adalah yang pertama mendeklarasikan diri sebagai Kabupaten Maritim, sekaligus menjadi penanda bahwa ke depan, akan terjadi perubahan orientasi pembangunan yaitu dari orientasi ke-pariwisata-an ke orientasi ke-maritim-an. Melalui kegiatan launching, Bupati yang baru seolah memberikan penegasan bahwa dirinya berbeda dengan Bupati sebelumnya. Bupati yang baru bukan “duplikasi” pendahulu, tetapi adalah pelanjut yang memiliki Visi, Misi, dan program yang berbeda. Mengapa menarik?

Pertama, acara launching dilakukan diatas kapal (KM. Simba). Dalam hal kemaritiman, ada dua kata yang seringkali digunakan, yang nampaknya sama tetapi substansinya berbeda, yaitu bahari dan maritim. Susanto Zuhdi (2015; 1) mengatakan bahwa istilah bahari dan maritim sering dipertukarkan untuk konsep budaya dan negara. Meski keduanya bermakna tentang laut, terdapat makna yang berbeda. Bahari punya tiga arti. Pertama: dahulu kala, kuno, tua sekali. Kedua: indah atau elok sekali. Ketiga: tentang laut. Jika ketiga kata itu dirangkai "dahulu kala yang elok sekali (di) laut", jadi sesuai ungkapan yang sarat makna. Kata bahari (dari Arab) lebih dulu diserap ke dalam bahasa Indonesia dibandingkan maritim (mare = Latin). Dalam arti "dahulu kala", bahari berkaitan dengan sejarah yang menunjuk khususnya pada Sriwijaya dan Majapahit. Akhirnya, dengan bukti keulungan pelaut Austronesia, sesungguhnya telah berlangsung "adat bahari" sejak berabad lalu. Dengan argumen itu, istilah bahari lebih cocok dikaitkan dengan budaya: budaya bahari. Makna lain maritim adalah wilayah pesisir, armada kapal dagang, pasukan bersenjata di laut, departemen dalam pemerintahan yang menangani urusan kelautan. Dengan melihat unsur-unsur itu, cocoklah maritim dikaitkan dengan negara: negara maritim. Jika dalam ranah ini maritim dapat disebut hard power, bahari soft power. Jika keduanya digabungkan, lahirlah smart power. Mengapa tempat launching dilakukan diatas kapal? Nampaknya ada relevansinya dengan mindset kemaritiman yang melihat lautan bukan sebagai pemisah, tetapi sebagai pemersatu. Dalam konteks ini, sarana yang akan mewujudkan cara pandang bahwa laut sebagai pemersatu adalah sarana transportasi laut yang pada saat launching di ikon-kan dengan KM. Simba. Lalu, mengapa yang dipilih adalah KM. Simba? Bukankah ada KM. Aksar Saputra 3, KM. Aksar Saputra 6, atau KM. Aksar Saputra 9 yang jauh lebih besar. Jawabannya adalah, Simba menjadi pilihan karena merupakan nama ikan (istilah Indonesia Simba adalah Ikan Kue) dan Wakatobi adalah daerah kepulauan dengan potensi ikan yang melimpah.

Kedua, acara launching dihadiri oleh Agung Kuswandono, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman. Hal ini mengkonfirmasi bahwa kegiatan perdana yang dilakukan oleh Bupati pasca pelantikan tersebut tidak by accident, tapi by design. Jeda waktu antara pelantikan dengan pelaksanaan launching terlalu kasif, yang menandakan bahwa komunikasi antara Bupati yang baru dengan pihak Kemenko Kemaritiman telah dilakukan jauh hari. Menjadi menarik karena program Kabupaten Maritim Wakatobi sangat selaras dengan program pemerintah pusat yang telah mendeklarasikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dalam konteks ini, Wakatobi yang merupakan daerah kepulauan akan menjadi suplementer sekaligus komplementer dalam upaya perwujudan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Terlepas dari dua hal menarik tersebut, kegiatan launching dapat dimaknai sebagai bentuk keseriusan Kepemimpinan baru dalam menatap masa depan pembangunan Wakatobi. Kepemimpinan baru nampaknya melihat bahwa sumber daya utama Wakatobi adalah kemaritiman (perdagangan dan pelayaran, kelautan dan perikanan), sehingga aspek itulah yang akan dieksplorasi untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Pemerintahan baru melihat bahwa, ada tiga sisi potensi kemaritiman yang dimiliki oleh Wakatobi yang dapat dimaksimalkan. (1) Wakatobi berada pada posisi silang bahari nusantara. Posisi ini sangat strategis karena menghubungkan jalur perdagangan barat khususnya daerah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dengan timur, yaitu daerah Maluku, Maluku Utara, dan Papua; serta menghubungkan jalur perdagangan luar negeri, khususnya Timur Leste dan Australia di bagian utara, dan Kepulauan Sulu Filipina dan Kepulauan Palau di bagian selatan. (2) Wakatobi berada pada persinggungan dengan laut banda, sehingga memiliki sumber daya ikan yang melipah. Pada konteks ini, ada banyak potensi yang dapat dikembangkan; potensi perikanan tangkap dan potensi perikanan budidaya, teripang, rumput laut, lobster, kepiting, dan lain sebagainya. Pemanfaatan ragam potensi ini secara maksimal tentu akan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). (3) Wakatobi sebagai top ten destinasi pariwisata. Masuknya Wakatobi ke dalam sepuluh destinasi baru pariwisata Indonesia adalah wujud perhatian pemerintah melalui Kementerian pariwisata, sehingga upaya ini harus didukung serta dikembangkan. Apa yang telah dilakukan oleh pendahulu nampaknya akan terus dikembangkan oleh penerus. Tetapi, kepemimpinan baru nampaknya memandang potensi pariwisata wakatobi sebagai bagian integral dari kemaritiman. Dengan demikian, visi yang diutamakan adalah ke-maritim-an. Wallahu a’lam bish-shawab

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Wakatobi; Menuju Kabupaten Maritim"

Posting Komentar