Tiga Agenda Prioritas Kepemimpinan Baru Wakatobi



Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi periode 2016-2021

Jika tidak ada aral melintang, pasangan Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi terpilih (Arhawi-Ilmiati Daud) masa bakti 2016-2021 akan dilantik pada hari selasa, 28 Juni 2016 oleh Gubernur Sulawesi Tenggara atas nama Menteri Dalam Negeri. Ini berarti bahwa dalam waktu dekat, tampuk kekuasaan pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Wakatobi akan berpindah dari Hugua kepada Arhawi. Pada satu sisi, masyarakat sangat ber-euforia menyambut kepemimpinan baru. Masyarakat sadar bahwa pada setiap kepemimpinan baru, selalu ada semangat baru, ada motivasi baru, ada program baru, dan ada harapan kesejahteraan yang menyertainya. Tetapi pada sisi yang lain, sebagian masyarakat bersedih. Bagaimanapun, kepemimpinan Hugua telah “mengharumkan” Wakatobi tidak hanya pada level nasional tetapi juga pada level internasional. Ada kekhawatiran bahwa “ke-harum-an” tersebut akan terkikis seiring dengan berakhirnya kepemimpinan Hugua. Masyarakat lalu memperbandingkan antara Hugua sebagai peletak pembangunan dengan Arhawi sebagai penerus pembangunan, lalu memunculkan pertanyaan; “Dapatkah kepemimpinan baru melanjutkan pembangunan yang telah diletakkan oleh Hugua selama 10 tahun masa kepemimpinan”? Bagi saya, antara Hugua dengan Arhawi adalah dua public figure yang rumit untuk diperbandingkan. Kedua pemimpin politik tersebut memiliki “kawah candradimuka” yang berbeda, tetapi masing-masing memiliki keunggulan atas yang lainnya. Hugua dilahirkan dari keluarga sederhana, memiliki segudang pengalaman dalam dunia LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), sehingga memiliki keunggulan dalam jaringan kerja sama dalam dan luar negeri. Sedangkan Arhawi, juga dilahirkan dari keluarga sederhana, pernah menjadi ABK (anak buah kapal), lalu menggeluti bisnis perkapalan, sehingga memiliki kelebihan dan mengusai jalur-jalur perdagangan maritim. Keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing kedua tokoh tersebut amat sangat dibutuhkan oleh Wakatobi saat ini yang sedang gencar melakukan pembangunan pada semua sektor.

Kini, kepemimpinan Hugua akan segera berakhir untuk digantikan oleh kepemimpinan baru dibawah “nakhoda” Arhawi. Kepemimpinan baru mempunyai beban yang tidak ringan. Pada satu sisi, ada tuntutan dari masyarakat untuk melanjutkan pembangunan yang telah digalakkan oleh kepemimpinan sebelumnya, minimal sama atau bahkan lebih baik lagi; dan pada sisi yang lain ada beban untuk segera merealisasikan janji yang telah di ikrarkan selama masa kampanye yang termaktub dalam visi dan misi pasangan HATI (akronim Arhawi dan Ilmiati). Untuk dapat merealisasikan dua hajatan besar tersebut, maka ada tiga agenda mendesak yang perlu segera dilakukan oleh kepemimpinan baru. 

Pertama, membangun ukhuwah. Seperti cerita tentang Nabi Muhammad SAW pasca peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah, yang pertama dilakukan adalah membangun ukhuwah. Pada saat itu, ada dua kelompok yang menjadi mainstream, yaitu kaum Anshor dan kaum Muhajirin. Kaum Anshor adalah masyarakat yang telah lebih duluan menetap di Madinah dan sudah memeluk Islam, sedangkan kaum Muhajirin adalah kaum muslimin yang semula bermukim di Makkah, lalu ikut berhijrah ke Madinah bersama Rasulullah Muhammad SAW. Disamping itu, ada banyak kafilah-kafilah yang menggambarkan begitu beragamnya masyarakat Madinah dengan semangat primordialisme yang sangat tinggi pada saat itu. Kelompok yang ada dipandang mempunyai potensi konflik yang luar biasa jika salah kelola, tetapi justru menjadi faktor penguat jika dikelola dengan baik. Maka langkah awal yang dilakukan oleh Rasulullah adalah mengakrabkan semua kelompok dalam wadah persaudaraan kaum muslimin atau ukhuwah Islamiyah. Selama masa Pilkada, masyarakat Wakatobi terpola menjadi dua kekuatan utama, yaitu pendukung HALAL (Haliana-Syawal) dan pendukung HATI (H. Arhawi-Ilmiati). Pada masa kampanye, kedua kutub kelompok ini terus bersinggungan dalam memperebutkan simpati publik guna mendulang dukungan. Banyak aspek yang terkuras, bukan hanya materi tetapi juga waktu, pikiran, dan emosi. Bukan hanya melibatkan individu, tetapi juga keluarga. Saat ini, pilkada Wakatobi telah usai, dan secara mayoritas masyarakat yang mendukung pasangan HATI sedikit mengungguli pasangan HALAL. Hal ini menegaskan bahwa pasangan HATI telah menjadi kontestan pemenang atas pasangan HALAL yang menjadi kompatriotnya. Tetapi, polarisasi masyarakat yang menjadi basis dukungan masing-masing pasangan masih kuat. Oleh karena itu, tugas kepemimpinan baru adalah bagaimana meyakinkan seluruh masyarakat bahwa mereka hadir menjadi pemimpin masyarakat Wakatobi, menjadi Bupati dan Wakil Bupati bagi semua masyarakat Wakatobi. Konsekuensinya adalah, kepemimpinan baru harus mampu mengayomi semua masyarakat, melihatnya sebagai sebuah kesatuan yang utuh, tidak parsial, tetapi semua bersaudara. Pada konteks inilah pentingnya dibangun ukhuwah.

Kedua, menata birokrasi. Menjelang pelaksanaan pilkada, tahapan itu dianggap sebagai masa-masa kritis dalam penataan birokrasi Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Perombakan struktur birokrasi terlalu sering dilakukan, sehingga meskipun alasan utama perombakan adalah dalam rangka netralitas birokrasi, tetapi argumentasi tersebut dianggap klise. Faktanya bahwa secara politik, perombakan struktur birokrasi dianggap lebih menguntungkan kelompok tertentu dan tidak menguntungkan kelompok yang lainnya. Perombakan struktur eselon, dianggap sebagai “conditioning” atau pengkondisian untuk menggiring struktur birokrasi bekerja memenangkan pasangan yang menjadi usungan partai politik penguasa. Kenyataan bahwa Hugua yang menjadi Bupati Wakatobi adalah ketua umum partai dan partai tersebut mengusung pasangan calon Bupati-Wakil Bupati. Lebih-lebih bahwa perombakan struktur birokrasi tersebut tidak dilakukan melalui mekanisme assessment. Agenda mendesak kepemimpinan baru adalah melakukan penataan kembali struktur birokrasi. Agenda ini penting, karena struktur birokrasi adalah piranti kekuasaan yang akan bergerak cepat mewujudkan visi dan misi kepemimpinan baru. Jika mesin birokrasi tidak dapat bekerja secara maksimal, maka visi dan misi serja janji kampanye akan sulit diwujudkan. Tetapi, kepemimpinan baru harus ekstra hati-hati dalam penata struktur birokrasi. Geliat pembangunan yang telah diwujudkan selama kepemimpinan Hugua tidak bisa dilepaskan dari kerja maksimal struktur birokrasi. Artinya, ada banyak orang dengan kualitas excellent yang duduk dalam struktur pemerintahan sehingga menghasilkan kinerja yang bagus. Maka, pada konteks ini prinsip yang sebaiknya dipegang teguh dalam penataan birokrasi adalah “mempertahankan yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik” (dalam kaidah ushul fiqih di istilahkan dengan “almuhafadzatu ‘alalqadimisolih walakhu bil jadiydil ashlah”). Orang-orang yang berkompetensi tinggi, berkinerja bagus, dan menghasilkan prestasi yang telah menopang kepemimpinan Hugua selama 10 Tahun akan lebih baik jika dipertahankan, lalu dimasukkan orang-orang baru yang baik dengan kualitas terbaik untuk mendukung kinerja kepemimpinan baru. Dengan begitu, maka tidak sulit mewujudkan Visi dan Misi kepemimpinan baru, mewujudkan pembangunan yang sama dengan kepemimpinan sebelumnya, atau bahkan lebih baik lagi.

Ketiga, memperjelas status BOP (Badan Otoritas Pariwisata). Salah satu hasil kinerja pada akhir masa kepemimpinan Hugua di Wakatobi yang patut diapresiasi oleh semua kalangan adalah ketika Kabupaten Wakatobi masuk dalam daftar top ten destinasi pariwisata Indonesia. Ada sepuluh daerah baru yang oleh Kementerian Pariwisata akan dikembangkan menjadi New Bali Indonesia, Wakatobi termasuk di dalamnya. Untuk mempercepat realisasi konsep tersebut maka pemerintah membentuk badan otonom yang disebut dengan Badan Otorita pariwisata (BOP). BOP dibentuk oleh pemerintah pada sepuluh daerah baru yang menjadi sasaran pengembangan pariwisata. Badan inilah yang secara independen dan profesional akan bekerja menyiapkan segala struktur dan infrastruktur yang diperlukan guna mewujudkan Wakatobi sebagai “the new Bali”. Tiga bulan belakangan, BOP menjadi diskusi hangat di Wakatobi. Banyak kalangan yang menolak hadirnya BOP, bahkan sebagian PNS (pegawai negeri sipil) turun kejalan mendemo Bupatinya, dan berorasi meneriakkan penolakannya terhadap BOP. Banyak argumentasi yang berkembang, “BOP dianggap sebagai penjajahan gaya baru”, “BOP diibaratkan dengan pencaplokkan tanah Palestina oleh Zionis”, “BOP dianggap akan merebut tanah-tanah adat”, dan sejumlah argumentasi lainnya. Kepemimpinan lama dibawah kendali Hugua sangat jelas mendukung hadirnya BOP, tetapi kepemimpinan baru dibawah kendali Arhawi belum menyatakan sikap apakah menolak BOP atau bersepakat dengan pendahulunya. Memperjelas status BOP apakah diterima atau ditolak oleh kepemimpinan baru memiliki nilai urgensi yang sangat kuat. Brand Mark Wakatobi adalah pariwisata, dengan demikian eksistensi BOP sangat erat kaitannya dengan pengembangan pariwisata Wakatobi dan pariwisata Indonesia yang muaranya adalah peningkatan “kesejahteraan masyarakat”. Wallahu a’lam bish-shawab

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Tiga Agenda Prioritas Kepemimpinan Baru Wakatobi"

Posting Komentar