Memilih Perguruan Tinggi Yang Berkualitas


solopos.com
Pendidikan telah menghadirkan siklus bagi peserta didik yang tidak pernah berkesudahan. Pada setiap siklus, ada ruang pilihan yang membutuhkan kerja logika untuk menentukan pilihan yang tepat dengan segala konsekuensi. Bermula dari pendidikan usia dini, kemudian lanjut pada pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan selanjutnya ke pendidikan tinggi. Pilihan untuk melanjutkan pendidikan dari jenjang usia dini ke jenjang pendidikan dasar serta ke jenjang pendidikan menengah merupakan pilihan sederhana. Artinya kecenderungan pilihan pada sebagian masyarakat lebih ditentukan oleh ketersediaan serta keterjangkauan sarana pendidikan yang ada. Pilihan rumit dihadapkan pada peserta didik ketika hendak melanjutkan studi pada jenjang pendidikan tinggi. Program studi apa yang akan dipilih, diperguruan tinggi negeri atau swasta, apa status akreditasinya, berapa banyak biaya yang dibutuhkan, bagaimana mekanisme seleksi masuk (dan sebagainya), adalah sejumlah pertanyaan yang mengemuka dibenak peserta didik. Disamping itu, orientasi masa depan peserta didik serta adanya pengaruh pihak eksternal, khususnya promosi dari pihak penyelenggara perguruan tinggi ikut memberi andil dalam menentukan pilihan. Pada konteks ini, peserta didik dihadapkan pada banyak pilihan. Memilih pergurutan tinggi negeri atau swasta, memilih perguruan tinggi dalam daerah atau luar daerah, memilih perguruan tinggi yang membutuhkan biaya murah atau biaya mahal, perguruan tinggi terakreditasi atau tidak terakreditasi. Menentukan salah satu dari pilihan-pilihan tersebut memang rumit karena memiliki relevansi yang kuat dengan kompetisi dalam merebut pasar kerja pasca pendidikan. Disinilah sisi urgensinya memilih perguruan tinggi yang berkualitas.
Belum lama ini, pihak Kemendikti menutup sejumlah Perguruan Tinggi Swasta (24/2//2016, republika.co.id). Hal ini merupakan signal bahwa dalam dunia perguruan tinggi sekalipun, ada banyak institusi yang tidak layak beroperasi. Berdasarkan penelusuran dari sejumlah sumber, ada beberapa alasan mengapa perguruan tinggi tersebut ditutup. Sebagian ditutup atas permintaan sendiri, mungkin karena pihak pengelola merasa sudah tidak sanggup mempertahankan eksistensi perguruan tinggi yang dikelola karena alasan keuangan, SDM, atau faktor teknis lainnya. Ada yang ditutup karena memiliki izin ‘tidur’, hal ini berarti bahwa universitas tersebut tidak memiliki mahasiswa sama sekali. Oleh karena tidak memiliki mahasiswa, maka izin operasional yang pernah diberikan dicabut kembali oleh Kemendikti. Alasan lain adalah adanya universitas yang memiliki beberapa kampus di sejumlah tempat, sehingga kampus yang tidak berjalan digabung ke universitas yang masih aktif. Ada juga yang ditutup karena alasan perguruan tinggi tersebut membuka kelas jauh dan karena sangkaan menjual ijazah palsu, menyelenggarakan wisuda palsu atau wisuda bodong. Meskipun perguruan tinggi yang ditutup tersebut berstatus swasta, tetapi tidak berarti bahwa semua perguruan tinggi swasta tidak berkualitas atau bermasalah. Faktanya, data dari kemendikti menunjukkan bahwa banyak perguruan tinggi swasta yang memiliki status akreditasi bagus. UII Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Gunadharma, adalah beberapa perguruan tinggi swasta tetapi mempunyai status akreditas A. Sebaliknya, meskipun memiliki status sebagai perguruan tinggi negeri, tetapi masih ada saja yang memiliki program studi dengan status akreditasi C atau mungkin belum terakreditasi.
Pada konteks ini, ada baiknya bagi calon mahasiswa memperhatikan lima hal sebelum menentukan pilihan. Pertama, kualitas dan kuantitas tenaga pengajar (dosen). Kualitas berarti menunjuk pada tingkat pendidikan yang dimiliki oleh tenaga pendidik, sedangkan kuantitas menerangkan jumlah tenaga pendidik yang dimiliki oleh setiap program studi. Kemendikti menentukan bahwa pada setiap 1 (satu) program studi minimal memiliki 6 (enam) tenaga pendidik dengan kualifikasi Master (S2) yang relevan dengan program studi (Surat Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Nomor : 4798/E.E2.3/KL/2015). Kedua, iklim akademik. Situasi kampus yang menjamin terselenggaranya kegiatan akademik menjadi salah satu jaminan kualitas perguruan tinggi. Biasanya, iklim akademik ditandai dengan terselenggaranya tridharma perguruan tinggi (Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian pada Masyarakat), serta tumbuh dan berkembangnya kegiatan kemahasiswaan. Ketiga, sarana dan prasarana serta sumber belajar. Bisa saja, ada kampus yang menyelenggarakan perkuliahan di hotel mewah. Dari aspek kenyamanan mungkin terpenuhi, tetapi hal ini menunjukkan tidak tersedianya sarana. Padahal, sarana dan prasarana serta sumber belajar memberi pengaruh yang sangat vital dalam penyelenggaraan perguruan tinggi. Misalnya Ruang kuliah dan perpustakaan. Jika masih ada perguruan tinggi yang belum memiliki ruang kuliah yang memadai serta perpustakaan, maka kualitas perguruan tinggi tersebut patut diragukan. Keempat, status program studi. Legalitas program studi pada setiap perguruan tinggi biasanya ditentukan oleh adanya izin operasional yang diberikan oleh Kemendikti bagi perguruan tinggi umum dan oleh Kementerian Agama bagi perguruan tinggi agama. Disamping itu, akreditasi program studi juga penting diperhatikan, agar tidak mengalami resistensi ketika mencari pekerjaan. Kelima, status kelembagaan. Aspek yang harus diperhatikan pada konteks ini bukan negeri atau swasta, tetapi apa status kelembagaan yang dilabelkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).
Tentu, apapun program studi yang diminati dan perguruan tinggi mana yang hendak dituju sangat tergantung pada pilihan individu. Pilihan itu mungkin ada disekitar kita, mungkin ada di Sulawesi, Maluku, Jawa, Bali, Papua, Nusa Tenggara, atau di Sumatera. Mungkin di dalam negeri atau bahkan di luar negeri. Tetapi, jika pilihannya harus meninggalkan kampung halaman, ada baiknya jangan takut untuk merantau. Dengan merantau, kita dapat mengetahui perihnya hidup yang harus dijalani. Mungkin ada rasa dingin, ada rasa lapar, kehabisan uang atau dilanda kerinduan kepada orang tua dan keluarga tercinta. Dan jawaban dari semua itu hanya ditemukan oleh orang-orang yang merantau. Mengapa? Karena merantau akan mengajarkan kita bagaimana berdialektika, membangun kemandirian, mengatasi rintangan, memanfaatkan peluang, membangun komunikasi dan pergumulan lintas kultur, yang kelak menjadikan diri lebih dewasa, dan menjadi pribadi yang tangguh. Merantau dapat terjadi karena ada spirit progresifitas atau semangat kemajuan. Dalam Islam, merantau di istilahkan dengan hijrah. Proses inilah yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Wallahu a’lam bish-shawab.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Memilih Perguruan Tinggi Yang Berkualitas"

Posting Komentar