Cerita dan Pesona Prambanan
Keberadaan
Candi Prambanan mulai saya kenal ketika memasuki jenjang pendidikan sekolah menengah
pertama. Saat itu, muatan (content)
pelajaran yang menerangkan tentang sejarah kerjaan-kerajaan Hindu-Budha di
nusantara dikemas dalam satu mata pelajaran tersendiri (separated) yang dikenal dengan IPS Sejarah (disamping pelajaran IPS
Ekonomi dan IPS Geografi). Tetapi, penjelasan tentang Prambanan tidak begitu
tuntas, karena tidak diuraikan dalam bentuk cerita, hanya dalam bentuk
gambar sebagai bukti peninggalan kerajaan Hindu nusantara. Pemahaman tentang
cerita Candi Prambanan sedikit lebih tuntas ketika mulai membaca beberapa
referensi yang menceritakan tentang asal mula candi yang sangat terkait erat
dengan cerita Loro Jongrang. Dinamakan Candi Prambanan karena terletak di
daerah Prambanan, persis di perbatasan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jawa Tengah, kurang lebih 17 km kearah timur Yogyakarta atau kurang lebih 53 km
sebelah barat Kota Solo. Pada hari kamis, 21April 2016 berkesempatan berkunjung
langsung ke area candi. Disanalah cerita tentang Loro Jongrang semakin lengkap
oleh penjelasan para tour guide yang selalu ramah dan siap menemani
setiap saat.
Dikisahkan
bahwa pada zaman dahulu kala di pulau Jawa terutama didaerah Prambanan, terdapat dua
kerjaan yang bertetangga, Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Pengging adalah
kerajaan yang subur dan makmur, dipimpin oleh Prabu Damar Maya. Ia memiliki
putra yang bernama Raden Bandung Bondowoso yang gagah perkasa dan sakti.
Sedangkan kerajaan Baka dipimpin oleh raksasa pemakan manusia bernama Prabu
Baka. Ia dibantu oleh seorang patih bernama Gupala. Meskipun ia berasal dari
bangsa raksasa, Prabu Baka memiliki putri cantik bernama Loro Jongrang. Untuk
memperluas kerajaan, Prabu Baka menyerukan perang kepada kerajaan Pengging.
Pertempuran meletus dikerajaan Pengging. Akibatnya, banyak rakyat Pengging yang
tewas, menderita kelaparan, dan kehilangan harta benda. Demi mengakhiri perang,
Prabu Damar Maya mengirimkan putranya untuk menghadapi Prabu Baka. Berkat
kesaktiannya, Bandung Bondowoso berhasil mengalahkan dan membunuh Prabu Baka.
Ketika Patih Gupala mendengar kabar kematian junjungannya, ia segera melarikan
diri, dan kembali ke kerajaan Baka. Ketika sang patih tiba di keraton Baka, ia
segera melaporkan kabar kematian Prabu Baka kepada Putri Loro Jongrang. Sang
putri pun meratapi kematian ayahnya. Setelah kerajaan Baka jatuh ke dalam
kekuasaan Pengging, Pangeran Bandung Bondowoso menyerbu masuk ke dalam keraton
Baka. Pada pertemuan pertamanya dengan Putri Loro Jongrang, Bandung Bondowoso
langsung terpikat oleh kecantikan sang putri. Ia pun jatuh cinta dan melamar
sang putri, tetapi lamarannya ditolak, karena sang puteri tidak mau menikah
dengan pembunuh ayahnya.Untuk menolak pinangan Raden Bandung Bondowoso, maka
putri Loro Jongrang mempunyai siasat. Putri Loro Jongrang mau dipersunting
Raden Bandung Bondowoso, asalkan dia sanggup mengabulkan dua permintaan putri
Loro Jongrang. Permintaan pertama, Putri minta dibuatkan sumur Jalatunda
sedangkan permintaan yang kedua, Putri minta dibuatkan 1000 candi dalam waktu
satu malam.
Raden
Bandung Bondowoso menyanggupi dua permintaan Putri Loro Jongrang tersebut.
Segeralah sang Raden membuat sumur sebagaimana yang diminta dan setelah selesai
ia memanggil Putri Loro Jongrang untuk melihat sumur tersebut. Kemudian Putri
Loro Jongrang menyuruh masuk Raden Bandung ke dalam sumur. Setelah Raden masuk
ke dalam sumur, Putri Loro Jongrang memerintahkan Patih Gupala menimbun sumur
dengan batu. Putri Loro Jongrang dan Patih Gupala menganggap bahwa Raden
Bandung telah mati di dalam sumur, akan tetapi di dalam sumur ternyata Raden
Bandung belum mati, ia bersemedi untuk keluar dari sumur dan ternyata dapat
keluar dengan selamat. Raden Bandung Bondowoso menemui putri Loro Jongrang
dengan marah sekali karena telah menimbunnya di dalam sumur, tetapi karena
kecantikan Loro Jongrang, kemarahan Raden Bandung bisa mereda. Kemudian Loro
Jongrang menagih permintaan kedua untuk dibuatkan 1000 candi dalam waktu satu
malam. Maka bersegeralah sang raden memerintahkan para jin untuk membuat candi,
akan tetapi dipihak lain putri Loro Jongrang ingin menggagalkan usaha membuat
candi. Ia memerintahkan para gadis disekitar prambanan untuk menumbuk padi dan
membakar jerami supaya kelihatan terang sebagai pertanda pagi sudah tiba dan
ayampun berkokok secara bergantian.
Mendengar
ayam berkokok dan orang menumbuk padi serta dibagian timur kelihatan terang
maka para jin berhenti membuat candi. Jin melaporkan pada Raden Bandung
Bondowoso bahwa mereka tidak bisa melanjutkan membuat candi yang masih kurang
satu karena pagi sudah tiba. Setelah mengetahui bahwa semua itu terjadi karena
kecurangan dan tipu muslihat Loro Jongrang, maka dipanggilah Putri Loro
Jongrang lalu disuruh menghitung candi
dan ternyata jumlahnya baru 999 candi, sehingga yang belum jadi tinggal
satu candi lagi. Maka Putri Loro Jongrang tidak mau dipersunting Raden Bandung
Bondowoso. Karena merasa ditipu dan dipermainkan, maka Raden Bandung murka
sekali dan mengutuk putri Loro Jongrang, “Hai
Loro Jongrang, candi kurang satu dan genapnya seribu engkaulah orangnya”.
Maka putri Loro Jongrang berubah ujud menjadi arca patung batu. Sampai
sekarang, arca patung Loro Jongrang masih ada di dalam candi Prambanan
(Booklet, Cerita Putri Loro Jongrang).
Kini, candi yang menjadi
tempat perubahan ujud Loro Jongrang tersebut masih berdiri kokoh nan megah.
Dalam pembelajaran sejarah dijelaskan bahwa Candi Prambanan adalah kelompok
percandian Hindu yang dibangun oleh raja-raja Dinasti Sanjaya pada abad ke IX.
Ditemukannya nama Pikatan pada candi ini menimbulkan pendapat bahwa candi ini
dibangun oleh Rakai Pikatan yang kemudian diselesaikan oleh Rakai Balitung
berdasarkan prasasti berangka tahun 856 M “Prasasti Siwargrha” sebagai manifest
politik untuk meneguhkan kedudukannya sebagai raja yang besar (Booklet Sejarah
Candi Prambanan). Cerita Loro Jongrang bisa jadi hanyalah mitos yang mengiringi
hadirnya candi tersebut. Untuk apa? Untuk memberi pesan bahwa dibalik hadirnya
candi yang amat cantik dan megah dengan arsitektur yang luar biasa itu juga
teradapat proses yang luar biasa. Ada pengorbanan, ada perjuangan, ada
kesungguhan, ada kerjasama, ada cinta yang sangat tulus, tetapi ada juga
penghianatan, dan sudah pasti ada kekecewaan. Dengan ini, memberikan gambaran
bahwa hadirnya candi tidak terjadi secara kebetulan, tetapi melalui perjuangan,
tetesan keringat, dengan pengorbanan, bahkan bisa jadi banyak jiwa yang
dikorbankan.
Ketika memasuki
kawasan candi, pesona Prambanan telah nampak. Saya begitu terkagum-kagum dengan
keindahan arsitektur serta kemegahan bangunan candi. Rasa kagum itu, membuatku
tidak bisa merangkai kata-kata. Saya hanya mampu berucap, “subhanallah, subhanallah, subhanallah”. Bahkan arwah para
perancang-bangun tidak paham apa yang saya ucapkan, karena sudah pasti mereka
berkeyakinan Hindu. Dibangun ratusan bahkan ribuan tahun yang lampau, dimana
belum ada semen, belum ada mesin profil, belum ada eskavator, belum ada mesin pencampur
semacam molen, belum banyak arsitek. Saya membayangkan, seandainya benar cerita
bahwa alat perekat batu pada masa lampau adalah telur ayam, maka pasti akan ada
suatu zaman dimana tidak ada seekor ayampun ditemukan disekitar tempat itu.
Generasi ayam akan punah, karena ada suatu zaman dimana semua telur ayam habis
hanya untuk digunakan menjadi perekat batu dalam rangka pembangunan candi. Kini,
bangunan candi itu masih berdiri kokoh, megah, dengan segala keindahan yang
menyelimutinya. Tiada henti-hentinya masyarakat dari berbagai daerah bahkan
berbagai negara datang mengunjunginya. Setiap harinya, ada ratusan bahkan
ribuan pengunjung. Entah berapa kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah
(PAD) jika setiap pengunjung dikalikan dengan tiga puluh ribu biaya retribusi
masuk area wisata. Sungguh hebat nenek moyang kita dulu, menghadirkan suatu
peradaban yang hingga saat ini masih awet, terus terawat, dengan kontribusinya
atas pembangunan yang tidak sedikit. Sampai setelah kembali, saya berguman
dalam hati, “kira-kira dapat pahala gak ya mereka itu?”, dan “kira-kira masuk
surga gak mereka itu”? Wallahu a’lam
bish-shawab.
Postingan terkait:
Belum ada tanggapan untuk "Cerita dan Pesona Prambanan"
Posting Komentar