Ilustrasi |
Salah satu perintah Tuhan yang diwajibkan bagi kaum muslimin adalah
membayar zakat. Bahkan karena pentingnya kewajiban ini, sehingga menjadi rukun
Islam yang ke-3 setelah mengucapkan syahadat dan melaksanakan shalat. Jika kita
perhatikan dengan seksama, ada banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyerukan
perintah pelaksanaan shalat bersamaan dengan perintah menunaikan zakat. Hal ini
misalnya dapat kita lihat pada Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 43; “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat
dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’. Sedangkan pada ayat 83
dikatakan bahwa “…Dan bertutur katalah
yang baik kepada manusia, laksanakan shalat, dan tunaikanlah zakat”. Pada
Surah An-Nisa ayat 77 dikatakan bahwa “tahanlah
tanganmu (dari berperang), laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat”; “…jika mereka bertaubat dan melaksanakan
shalat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka
(At-Taubah : 9); “…dan dia memerintahkan
kepadaku (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup
(Maryam : 31). Dan masih banyak lagi ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan
tentang wajibnya menunaikan zakat.
Zakat menurut bahasa (etimologi; lughah) berarti berkah, bersih, dan
berkembang. Dinamakan berkah karena dengan membayar zakat, hartanya akan
bertambah atau tidak berkurang, sehingga akan menjadikan hartanya tumbuh
laksana tunas pada tumbuhan karena karunia dan keberkahan yang diberikan Allah
SWT kepada seorang Muzaki. Rasulullah SAW bersabda, “Harta tidak akan berkurang karena sedekah (zakat), dan sedekah (zakat)
tidak diterima dari penghianatan (cara-cara yang tidak dibenarkan menurut
Syar’i” (HR. Muslim). Dinamakan bersih karena dengan membayar zakat, harta
dan dirinya menjadi bersih dari kotoran dan dosa yang menyertainya yang
disebabkan oleh harta yang dimilikinya tersebut, ada hak-hak orang lain yang menempel
padanya. Maka, apabila tidak dikeluarkan zakatnya, harta tersebut mengandung
hak-hak orang lain yang apabila kita menggunakannya atau memakannya berarti
kita telah memakan harta haram, karena di dalamnya terkandung milik orang lain
(Hikmat Kurnia dan A. Hidayat, 2008; 2). Dalam Surah At-Taubah ayat 103,
dijelaskan bahwa “Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’amu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Adapun makna berkembang karena dengan membayar zakat harta dapat berkembang
sehingga tidak menumpuk pada satu tempat atau seseorang saja.
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda; “Tidak ada kewajiban
zakat atas harta emas yang belum mencapai 20 Dinar (1 Dinar = 4.25 gram. Jadi,
20 Dinar = 85 gram). Apabila telah sampai 20 Dinar, maka zakatnya adalah
setengah Dinar. Demikian juga, perak tidak diambil zakatnya sebelum sampai 200
Dirham ( 1 Dirham = 2,975 gram. Jadi, 200 Dirham = 595 gram), dan zakatnya
adalah 5 Dirham (Hikmat K, dan A. Hidayat, 2008; 14). Dengan demikian, nishab zakat emas
adalah 20 mitsqal = 85 gram emas murni 24 karat. Nishab zakat perak adalah 200
Dirham = 595 gram perak murni, sedangkan nishab zakat uang adalah senilai 85
gram emas murni. (Misalnya; jika harga emas dipasaran saat ini adalah
500.0000/gram, maka 85 gram x 500.000 = Rp. 42. 500.000,-). Jadi, apabila harta
yang kita miliki (emas/perak/uang) telah mencapai nilai Rp. 42.500.000 maka
wajib dikeluarkan sebanyak 2.5 % (42.500.000 x 2.5% = 1.062.500).
Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya memiliki ketentuan. Pertama, harta tersebut adalah sempurna
milik pribadi, tidak bersangkut paut dengan orang lain. Kedua, berkembang secara riil atau estimasi. Maksudnya, harta yang
akan di zakatkan mengalami pertambahan akibat perkembangbiakan atau perdagangan,
atau bertambah karena nilainya (seperti; emas dan perak). Ketiga, telah sampai nishab; yaitu jumlah harta yang telah mencapai
jumlah tertentu yang ditentukan secara hukum, yang mana harta tidak wajib di
dizakati jika kurang dari ukuran tersebut. Keempat,
melebihi kebutuhan pokok. Artinya, harta yang akan dikeluarkan zakatnya
merupakan kelebihan dari nafkah dari kebutuhan pokok bagi kehidupan muzaki
(orang yang membayar zakat) dan orang yang berada di bawah tanggungannya,
seperti istri, anak, pembantu, dan asuhannya. Kelima, cukup haul, yaitu perputaran harta satu nishab dalam 12
bulan (1 tahun). Apabila harta yang tersimpan belum mencukupi masa 12 bulan
maka belum wajib dikeluarkan zakatnya.
Lalu, mengapa kita masih enggan membayar zakat? Bisa jadi karena kita
belum ikhlas. Kita terkadang sangat lelah mencarinya, tidak mengenal siang dan
malam demi mengumpulkannya sedikit demi sedikit. Terkadang juga kita terlalu
sayang dengan harta yang kita miliki, lalu kitapun khawatir dengan
jumlah-jumlah yang telah kita capai tiba-tiba harus berkurang karena membayar
zakat. Padahal Allah sudah menyampaikan lewat Al-Qur’an bahwa “perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya
dijalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada setiap
tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang dia kehendaki,
dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui (Surah Al-Baqarah; 261). Atau, bisa
jadi kita terlalu berorientasi pada dunia. Kita ingin diakui dan dipuji sebagai
orang sukses, disebut jutawan atau milyarder, lalu kitapun lupa atau enggan
mengeluarkan zakat dari harta yang kita miliki. Karena terlalu berpikir tentang
status sosial, lalu kita lupakan kaum fakir dan miskin yang sedang memerlukan
uluran tanganya kita; karena terlalu berpikir tentang dunia, lalu kitapun lupa
dengan bekal untuk kembali nanti. Padahal, Allah sudah mengingatkan, “…dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih pada hari dipanaskan emas
dan perak itu didalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka,
lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “inilah harta
bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat
dari) apa yang kamu simpan itu” (Surah At-Taubah; 34-35).
Semoga Allah membukakan pintu-pintu rahmat bagi kita, dan memberikan
kelapangan hati. Lalu menjadikan kita sebagai orang-orang yang mempunyai
keluasan rezki dan rajin bersedekah, bukan yang kaya raya tetapi bakhil. Menjadikan
kita sebagai orang-orang yang mempunyai kelebihan harta tetapi peduli dengan
orang-orang yang kekurangan; menjadikan kita rajin mencari kebutuhan dunia, tetapi
tidak lupa dengan bekal akhirat. Allah mengingatkan, “jika engkau bersyukur
maka nikmat-Ku sangat banyak, namun jika engkau kufur, maka adzab-Ku sangat
pedih”. Wallahu a’lam bish-shawab
Numana, 24 Februari 2017
Belum ada tanggapan untuk "Mengapa Kita Masih Enggan Membayar Zakat?"
Posting Komentar